Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Kelebihan dan Kelemahan Kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo

Penulis; Amanah Upara; Akademisi Ummu Ternate  KoranMalut.Co.Id - Mantan walikota Solo dua periode dan mantan Gubernur DKI Jakarta satu peri...


Penulis; Amanah Upara; Akademisi Ummu Ternate 

KoranMalut.Co.Id - Mantan walikota Solo dua periode dan mantan Gubernur DKI Jakarta satu periode Joko Widodo (Jokowi) yang saat ini memimpin Indonesia selama dua periode yang sebentar lagi 2024 akan berakhir masa jabatannya. Presiden yang terkenal dekat dengan rakyat ini, dalam kepemimpinannya selama dua periode memiliki kelebihan dan kekurangan dalam memimpin. Ada sejumlah catatan menarik yang disampaikan para peneliti pada periode pertama Jokowi-JK, Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah, mencatat torehan keberhasilan Pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun memimpin. Menurutnya, salah satu keberhasilan besar era Jokowi-JK adalah membangun pembangunan infrastruktur secara masif, (17/10).

Dia menilai tanpa keberanian Presiden Jokowi, maka masyarakat Indonesia tidak bisa merasakan infrastruktur yang masif dan merata. Kehadiran infrastruktur, tidak lagi berpusat di Pulau Jawa saja, melainkan keluar Jawa.

Sekarang kita merasakan orang pulang ke Sumatera sudah bisa lewat tol. Hanya saja, menurut dia, keberhasilan itu tidak diimbangi oleh desain strategis daripada pembangunan itu sendiri. "Tapi sayangnya kebijakan infrastruktur ini kurang dirancang tidak didesain dari awal itu bagaimana pemanfaatannya sehingga hasilnya kurang maksimal,". Kedepan, Piter mengharapkan agar pembangunan infrastruktur ini tidak bertumpu pada satu sektor saja melainkan perlu dikembangkan agar bisa lebih komprehensif. "Tujuan kita mau kemana, mana saja yang kita mau kembangkan,". 

Pada periode kedua juga Presiden Jokowi tetap melanjutkan membangun infrastruktur di Indonesia baik Bandara, Dermaga, Waduk, Pelabuhan, Jalan Jembatan, dll. Selain membangun infrastruktur Presiden Jokowi melalui Kementerian Sosial memberikan bantuan sosial kepada masyarakat seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu masyarakat yang terdampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Direktur Indo Strategi Research and Consulting Arif Nurul Imam atas kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf pada tahun pertama periode kedua, kelebihannya, secara politik, Jokowi mampu mengonsolidasikan parlemen untuk menjadi bagian pendukung pemerintah. Ada tujuh fraksi yang mendukung pemerintah. "Secara politik ini sangat kuat, bahkan bisa dikatakan hampir power full (20/10/2020).

Namun dibalik kelebihan tersebut ada juga beberapa kelemahan yang dinilai dari kebijakan Pemerintah Jokowi yakni: Pertama, di bidang ekonomi hutang luar negeri Indonesia dikutip dari laman APBN Kita Kementerian Keuangan atau per 28 Februari 2022, utang pemerintah sudah menembus Rp 7.014,58 triliun, ini berarti setiap bayi yang lahir sudah harus membayar hutang negara, padahal di jaman Presiden ke-6 Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY) hutang Indonesia sudah lunas. Selain itu, pemerintah menaikkan harga BBM, yang diumumkan pada Sabtu (3/9/2022), Pertalite Rp 10.000 per liter, Solar Subsidi Rp 6.800 per liter dan Pertamax Rp 14.500 per liter. Kebijakan ini patut diduga untuk membantu pemerintah membayar hutang negara walaupun kenaikan BBM menyulitkan rakyat, menyusahkan rakyat dan memiskinkan rakyat. Perekonomian mengalami penurunan signifikan, diperparah lagi sejak Maret 2020 lalu, muncul pandemi Covid-19 yang berdampak pada semua aspek. "Sehingga mau tidak mau itu jadi tantangan politik sendiri, karena akan menguji kepemimpinan dan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf,". 

Kedua, Arif menilai beberapa langkah pemerintah Jokowi banyak mendapat tentangan dari masyarakat, di antaranya dalam konteks Undang-Undang Cipta Kerja. Ketiga, dari segi komunikasi publik, pemerintahan Jokowi dinilai kurang bagus. Banyaknya protes dari masyarakat atas kebijakan yang diambil menunjukkan sosialisasi yang tidak masif dan tidak efektif. Keempat, menurut Piter Abdullah, salah satu yang ditinggalkan saat ini adalah industri. Bahkan, pertumbuhan industri hanya mampu bergerak di kisaran 5 persen pada priode pertama Jokowi. Padahal, negara-negara lain sudah berada di atas 20 persen. "Di zaman Jokowi juga industri turun, proses penurunan itu sudah berlangsung sekitar 11 tahun lalu kontribusi dari industri turun, sayangnya pada periode Jokowi tidak ada upaya menghambat laju penurunan itu pertumbuhan industri,". 

Kelima, bidang hukum, penegakan hukum di Indonesia di era Presiden Jokowi masih lemah. Pelaku korupsi di Indonesia semakin banyak tidak ada efek jeranya baik dari tingkat kepala desa, bupati, walikota, gubernur, partai politik, bahkan lembaga penegakan hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman dan Mahkama Agung (MA). Salah satu tersangka yang juga kader partai politik Harun Masikun sampai saat ini belum ditangkap karena melarikan diri.  Menurut Direktur Eksekutif Indikator, Burhanudin Muhtadi, dalam konferensi pers daring, pemberantasan korupsi kalau kita cek itu pendapat mereka (masyarakat), kondisi pemberantasan korupsi di pemerintahan Jokowi lebih banyak yang mengatakan buruk atau sangat buruk. Jadi trennya negatif, bukan positif,". Menurut survei, sebanyak 32,1 responden menilai bahwa kondisi pemberantasan korupsi di era pemerintahan Jokowi buruk. Sebanyak 4,8 persen bahkan menilai sangat buruk. Sebanyak 25,7 persen menilai kondisi pemberantasan korupsi saat ini baik, dan hanya 3,6 persen responden yang menilai kondisi pemberantasan korupsi kini sangat baik. Sementara, 27,7 persen responden menilai kondisi pemberantasan korupsi di pemerintahan saat ini sedang, dan 6,2 persen responden tak menjawab (9/1/2022).

Kasus Irjen Ferdi Sambo dalam pembunuhan Birigadir Joshua Hutabarat, melibatkan sekitar seratus orang lebih aparat kepolisian agar membantu merekayasa kasus tersebut, tiga puluh lima orang diantaranya ditahan dan dilakukan sidang kode etik sebagian dipecat dengan tidak hormat termasuk Ferdi Sambo. Selain itu, ditangkapnya hakim Mahkamah Agung (MA) Sudarajat Dimyati oleh KPK, Dimyati menjadi tersangka kasus suap pengurusan kasasi pailit Kopersi Simpan Pinjam Intidana. Ia diduga menerima suap sebanyak Rp 800 juta. Kasus ini menjadi potret buram dan laport merah bagi Presiden Jokowi dibidang hukum. Hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum di Indonesia sangat lemah "tumpul diatas tajam dibawah" padahal ini sangat bertentangan dengan konsep negara hukum sebagaimana di atur dalam UUD 1945.

Tidak ada komentar