Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Eksitensi dan Vitalitas Budaya Dalam Bahasa Lokal

Oleh: Mahasiswa Axel Samawi   KoranMalut.Co.Id - Eksistensi dan vitalitas budaya dalam persoalan bahasa lokal dan kaitanya dengan generasi m...


Oleh: Mahasiswa Axel Samawi 

KoranMalut.Co.Id - Eksistensi dan vitalitas budaya dalam persoalan bahasa lokal dan kaitanya dengan generasi muda-mudi Halmahera Utara saat ini. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

Begitu juga kata Gorys Keraf (1997: 1), bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa sebagai simbol bunyi yang diucapkan langsung oleh manusia, baik lisan maupun tulisan menjadi alat komunikasi paling efektif diantara yang lainnya, karena bahasa digunakan oleh dua belah pihak yang sepakat untuk berkomunikasi dengan cara tertentu.(Sumber, gambaran kondisi vitalis bahasa Daerah di Indonesia 2020).

Bahasa tentunya sebuah informasi yang di sampaikan atau ucapan yang keluar dari dalam mulut. Sebab bahasa mampu memberikan dan mengartikan sebuah perkataan atau ekspresi seseorang, sehingga dapat terjalinnya komunikasi antara sesama manusia dalam beraktivitas dari waktu ke waktu. Karena itu bahasa merupakan sarana komunikasi yang dapat menyampaikan suatu informasi melalui ucapan yang di pahami dan dimengerti oleh satu dan lainya. 

Di Indonesia sendiri tidak hanya Bahasa Indonesia yang merupakan identitas bangsa yang dapat dijadikan sebagai alat komunikasi dan alat penyampai ekspresi, melainkan di setiap daerah di Indonesia memiliki bahasa daerah yang merupakan bahasa khas daerah tersebut dan digunakan sebagai alat komunikasi serta alat penyampai ekspresi sekaligus identitas untuk daerahnya tesebut. 

Bahasa daerah yang ada di Indonesia juga sebagai kekayaan budaya Indonesia yang berbeda dengan negara lain. Bisa dikatakan saat seluruh bangsa Indonesia menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, pada saat yang sama juga membawa, menjinjing, dan memapah bahasa daerah sebagai wujud kecintaan terhadap daerahnya tanpa mengurangi rasa nasionalisme. Dengan pemahaman tersebut, pada saat yang sama dengan perkembangan bahasa Indonesia, bahasa daerah juga terus dijaga karena bahasa daerah adalah kekayaan budaya.

Karena secara sejarah pada dasarnya bahasa lebih duluan terbentuk dibandingkan dengan negara. Bahasa terbentuk ketika adanya revolusi kognitif sekitar 30-70 rb tahun yang lalu. sedangkan negara terbentuk karena adanya revolusi agikultur pada 10-12 rb tahun yang lalu. Jadi bahasa jauh lebih dulu terbentuk ketimbang negara, sehingga  banyak negara-negara terbentuk dalam menaungi banyak bahasa yang berbeda. Salah satu yaitu negara Indonesia yang kaya akan bahasa karena didasari dengan nusantara yang terbentang dari sabang sampai merauke.

Namun di Halmahera Utara sendiri ada bahasa daerah (lokal) yang terdiri dari bahasa Loloda, Galela, Tobelo, Pagu, Modole dan Tabaru. Dari beberapa bahasa tersebut mempunyai sedikit kesamaan dalam artian dan juga ucapan. Contohnya : moi (satu) Djou (Tuhan)

Itu menunjukn bahwa sebenarnya masyarakat Halut berasal dari satu rumpun yang sama. Hanya saja sampai saat ini belum ada penelitian yang membuktikan sumber bahasa masyarakat itu berasal dari mana. Apakah dari Loloda kemudian perbedaan wilayah dan kondisi alam yang mempengaruhi sehingga terjadi pergeseran dialek dan cara pengucapanya, ataukah kita semua berasal dari Tobelo, atau Galela atau wilayah lembah Modole, belum ada kepastian. Yang pasti setiap bahasa perlu terus di lestarikan agar tidak termakan oleh ego dan gengsi.

Di Halut terbagi atas 17 kecamatan dan 196 desa. Yang hari ini ketika dilihat dalam mempertahkan peran dan vitalitas dari bahasa daerah mengalami kemunduran yang signifikan karena minimnya tingkat kesadaran dalam melestarikan dan merawat nilai-nilai identitas. Sebagai bentuk jati diri orang Halut dalam berbahasa daerah.

Sangat disayangkan seketika di kalangan muda-mudi Halut yang tak bisa berbahasa daerah bahkan tidak mempunyai kesadaran kolektif dalam hal berbahasa, akibat dari pengaruh zaman dan juga arus globalisasi hingga modernisasi saat ini. Bahasa daerah perlahan-lahan mulai hilang dan terdegradasi dari tahun ke tahun bahkan dalam setiap aktivitas sehari-hari jarang untuk berbicara mengunakan bahasa daerah dan bahkan sampai hari ini. Mungkin masih ada beberapa desa yang, masih tetap mengunakan atau memakai bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari. Ada yang bisa mengartikan tapi tak bisa mengucapkan dan ada juga yang bisa mengucapkan tapi masih terbata-bata serta ada juga yang tak bisa mengucapkan dan mengartikan sama sekali. Dan itu kebanyakan terjadi di kalangan muda-mudi Halut hari ini.

Mungkin hanya di kalangan orang tua-tua ataupun para pemangku-pemangku adat yang masih mengunakan seketika saling berkomunikasi dan saling memahami. Namun ketika dilihat dari kalangan muda-mudi dan bahkan anak-anak yang menuju tahap puber, mereka lebih condong menggunakan bahasa pasar atau bahasa sehari-hari yang dikenal sebagai bahasa melayu.

Mungkin ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga eksistensi bahasa daerah perlahan mulai memudar akibat faktor lingkungan keluarga,arus urbanisasi, dan juga pengaruh media-media massa yang saat ini begitu marak terjadi. Sehingga bahasa daerah perlahan terkikis dan luntur. Artinya jika hari ini kita sebagai Pemuda-Pemudi Halut yang tak mempunyai kesadaran dalam berbahasa daerah.

Kesimpulanya bahasa daerah kita akan terhegomoni oleh bahasa Indonesia baku dan juga bahasa asing. Sehingga perlahan-lahan terkikis dan mengalami kepunahan, Bagaimana cara mempertahankan eksistensi dan nilai bahasa daerah agar tetap terjaga dan tidak terhegomoni dengan bahasa indonesia dan juga bahasa  asing? 

Hal ini adalah bagian dari tanggung jawab bersama akan tetapi pemerintah daerah perlu menjadi sorotan dalam menyikapi dan mencerminkan tentang nilai lokal dalam hal eksitensi dan vitalitas berbahasa daerah Yang telah di atur dalam pelestarian Bahasa Daerah dimanatkan dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2009, pasal 42, ayat 1 bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman, dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

Pemerintah daerah Halut harusnya mempunyai sikap konsistensi dan menjadi penggerak. dalam pengembangan hingga pemberdayaan muatan lokal dalam berbahasa daerah, mulai dari pendidikan formal maupun non formal. Dalam hal kurikulum yang diberlakukan dan memiliki komitmen sehingga mampu efektif serta berjalan efisien dalam bangku pendidikan SD/SMP/SMA/SMK. dan bahkan ke tingkat perguruan tinggi.

Pemerintah daerah Halut juga harus memfasilitasi dan bekerja sama dengan para pemangku-pemangku adat dalam hal pengembangan SDM di sektor kebudayaan daerah dengan tujuan melestarikan dan menjaga agar tetap eksis dalam terpaan kemajuan Global. Utamakan bahasa indonesia,lestarikan bahasa daerah dan kuasai bahasa asing.

Tidak ada komentar