Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Putusan MK Bersifat Final dan Mengikat

Oleh Amanah Uparah : Akademisi Ummu Ternate KoranMalut.Co.Id - Fungsi dan peran utama MK (Mahkamah Konstitusi) adalah menjaga konstitusi gun...

Oleh Amanah Uparah : Akademisi Ummu Ternate

KoranMalut.Co.Id - Fungsi dan peran utama MK (Mahkamah Konstitusi) adalah menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum. Demikian halnya yang melandasi negara-negara yang mengakomodir pembentukan MK, dalam sistem ketatanegaraannya. Dalam rangka menjaga konstitusi, fungsi pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia sebab UUD 1945 menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi konstitusi. 

Bahkan, ini juga terjadi di negara-negara lain yang sebelumnya menganut sistem supremasi parlemen dan kemudian berubah menjadi negara demokrasi. MK dibentuk dengan fungsi untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak konstitusional warga terjaga dan konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnya.

Untuk menguji apakah suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi, mekanisme yang disepakati adalah judicial review, yang menjadi kewenangan MK. Jika suatu undang-undang atau salah satu bagian daripadanya dinyatakan terbukti tidak selaras dengan konstitusi, maka produk hukum itu akan dibatalkan MK. Sehingga semua produk hukum harus mengacu dan tak boleh bertentangan dengan konstitusi. Melalu kewenangan judicial review ini, MK menjalankan fungsinya mengawal agar tidak lagi terdapat ketentuan hukum yang keluar dari koridor konstitusi.

Fungsi lanjutan selain judicial review, yaitu (1) memutus sengketa antarlembaga negara, (2) memutus pembubaran partai politik, dan (3) memutus sengketa hasil Pemilu. Fungsi lanjutan semacam itu memungkinkan tersedianya mekanisme untuk memutuskan berbagai persengketaan (antar lembaga negara) yang tidak dapat diselesaikan melalui proses peradilan biasa, seperti sengketa hasil Pemilu, dan tuntutan pembubaran sesuatu partai politik. Perkara-perkara semacam itu erat dengan hak dan kebebasan para warga negara dalam dinamika sistem politik demokratis yang dijamin oleh UUD. Karena itu, fungsi-fungsi penyelesaian atas hasil pemilihan umum dan pembubaran partai politik dikaitkan dengan kewenangan MK fungsi dan peran MK di Indonesia telah dilembagakan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa MK mempunyai empat kewenangan konstitusional (conctitutionally entrusted powers) dan satu kewajiban konstitusional (constitusional obligationr). Ketentuan itu dipertegas dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan d Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Empat kewenangan MK yakni: 1) Menguji undang-undang terhadap UUD 1945. 2) Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. 3) Memutus pembubaran partai politik. 4) Memutus perselisihan tentang hasil Pemilu. Sementara, berdasarkan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (5) dan Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945 yang ditegaskan dalam Pasal 10 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003, kewajiban MK adalah memberi keputusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum, atau perbuatan tercela, atau tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.

MK adalah lembaga negara setara dengan lembaga MPR, Kepresiden, DPR, DPD, MA, dan BPK. Keputusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, terkait dengan kewenangan MK dalam memutus sengketa Pemilu tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Keliru (gagal paham) jika ada sekelompok orang mengugat putusan MK terkait dengan putusan kemenanangan bupati terpilih ibu Fifian Adeningsi Mus-H.M.Saleh Marasabessy (FAM-SAH) pada Pilkada Sula 2020.

Jika ada sidang DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) yang memberikan sanksi terhadap Ketua KPUD Sula Yuni Yunengsih Ayuba dan anggota komisioner lainnya karena pelanggaran administrasi tidak ada kaitan dengan kemenangan FAM-SAH. Selain itu, surat Ibu Ningsi terkait keterangan tidak pailit oleh pengadilan Tata Niaga Makassar memang redaksi awalnya salah di buat oleh pengadilan tapi sudah diperbaiki (hal biasa terjadi dalam pelayanan administrasi) dan surat pengunduran diri ibu Ningsi sebagai Aparat Sipili Negara (ASN) sudah sah dikeluarkan oleh bupati Taliabu. Surat pengundura ibu Ningsi sebagai ASN juga pada saat sidang sengketa Pilkada Sula di MK, sudah dibuktikan oleh pengacara FAM-SAH di dihadapan hakim MK.**(red)

Tidak ada komentar