Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Dinamika Pilkades Sula, "Ada Apa.?"

Amanah Upara : Staf Ahli DPR.RI Dan Akademisi Ilmu Sosial Politik UMMU Ternate. KoranMalut.Co.Id - Pemilihan kepala desa (Pilkades) adalah p...


Amanah Upara : Staf Ahli DPR.RI Dan Akademisi Ilmu Sosial Politik UMMU Ternate.

KoranMalut.Co.Id - Pemilihan kepala desa (Pilkades) adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di desa dalam memilih kepala desa yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pasca Pilkada Kabupaten Kepulauan Sula 09 Desember Tahun 2020, pemerintah daerah Sula mengagendakan Pilkades. Dalam pelaksanaan menuai kritik dan masukan dari akademisi, praktisi, aktivitas dan tokoh masyarakat. Hal ini karena ada beberapa tahapan dan persiapan Pilkades yang belum ada seperti anggaran Pilkades, Pemutahiran data Pilkades, karena Pilkades tidak bisa menggunakan data Pilkada 2020. Hal ini karena ada penduduk yang pindah domisili, meninggal dunia dan ada pemilih seperti remaja yang baru lulus SMA  yang sudah bisa mencoblos pada Pilkades 2021. Selain itu kotak suara juga belum tersedia, masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang sudah berakhir. 

Yang menjadi pertanyaan pubilik adalah mengapa pada saat kepemimpinan Bupati Sula HT tidak menyelenggarakan Pilkades tahun 2020, tapi menjelang berakhir masa jabatan HT pada Juni 2021 baru Pemda Sula menyelenggarakan Pilkades. Pada saat debat kandidat Pilkada 2020 bupati menyampaikan bahwa tidak dilaksanakan Pilkades karena pertimbangan Covid-19, hal ini didasarkan pada Permendagri nomor 72 tahun 2020 tapi bukankah sekarang di tahun 2021 Covid-19 juga masih ada. Jika menggunakan alasan Covid-19 maka Pilkades Sula 2021 juga tidak bisa dilaksanakan.  Mengapa harus dilaksanakan Pilkades diakhir masa jabatan yang sisa 1 bulan lebih tersebut? 

Tidak dilaksanakan Pilkades Sula tahun 2020 publik Sula bertanya-tanya kenapa tidak diselenggarakan Pilkada Sula. Apakah ada kaitan dengan kepentingan Pilkada  tahun 2020? Padahal saat itu sekitar 40 kepala desa sudah berakhir masa jabatannya, akhirnya bupati mengeluarkan SK pejabat kepala desa dari ASN. Memang benar pelaksanaan Pilkades Sula adalah hak dari bupati, tapi dari sisi etika politik dan pemerintahan alangkah baiknya bupati mempertimbangkan tahapan dan syarat pelaksanaan Pilkades Sula, mempertimbangkan Covid-19 yang masih ada dan mempertimbangkan masa jabatannya yang sebentar lagi berakhir. Selain itu, panitia penyelenggaraan Pilkades harus melaksanakan tahapan Pilkades secara bersih, jujur, adil dan transparan sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 72 Tahun 2020 perubahan kedua atas Permendagri No. 112 Tahun 2014 Tentang Pilkades. 

Dalam Permendagri No. 72 Tahun 2020 tersebut pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri memperbolehkan daerah menyelenggarakan Pilkades tapi wajib menerapkan protokol kesehatan. Hal ini karena Covid-19 di Indonesia masih tinggi yang sampai saat ini belum mendapatkan obatnya. Dengan pertimbangan Covid-19 masih tinggi akhirnya Kab/Kota di Maluku Utara seperti Kab. Pulau Morotai, Kab. Pulau Taliabu, dll, menunda Pilkades bulan Mei s.d Juni 2021 baru dilaksanakan. Kebanyakan daerah-daerah ini bupatinya masih menjadi bupati dan masih terpilih menjadi bupati pada Pilkada 2020. Tetapi di Sula bupati tidak terpilih kembali pada Pilkada 2020, namun tetap ngotot melaksanakan Pilkades walaupun menuai kritik dari kalangan akademisi, praktisi, aktivis dan tokoh masyarakat. Perlu diketahui bahwa daerah lain yang dapat melaksanakan Pilkades karena beberapa faktor, yakni: a) Daerah tersebut masa jabatan kepala daerah masih panjang dan kepala daerahnya masih terpilih pada Pilkada 2020. b) Masa jabatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) masih lama bukan perpanjangan masa jabatan keanggotaan BPD. c) Pemilihan kepala desa di kabupaten/kota tersebut di tahun sebelumnya sudah pernah diselenggarakan sehingga di Tahun 2021 ini hanya melaksanakan sisa Pilkades yang belum dilaksanakan pada tahun sebelumnya. 

Saat ini tahapan screening calon kepala desa di Sula 2021 sudah berlangsung mulai pemberkasan, tes tertulis sampai pada tes wawancara. Akhirnya panitia Pilkades mengumumkan hasil screening tersebut, tentunya ada yang lulus dan tidak lulus. Pasti yang lulus dan tidak lulus bertanya-tanya kenapa, mengapa dan dapat nilai berapa sehingga saya lulus dan tidak lulus? Akhirnya menimbulkan kekecewaan dari calon kepala desa yang tidak lulus screening tersebut. Agar tidak menimbulkan kecurigaan publik terhadap panitia Pilkades dengan tuduhan dugaan tidak jujur, tidak adil dan tidak transparan alangkah baiknya pengumuman hasil screening calon Kades, panitia perlu mencantumkan nilai tes masing-masing calon Kades baik yang lulus maupun yang tidak lulus. Jika tidak ada publikasi nilai, maka wajar saja calon kepala desa yang tidak lulus menuntut kepada panitia Pilkades untuk mempublikasikan nilai mereka dan menyampaikan alasan-alasan mengapa mereka tidak lulus.

Menurut Permendagri No. 112 Tahun 2014 pasal 21 dan Perda No. 3 Tahun 2019 pasal 34 ayat 1 tentang Pemilihan Kepala Desa, apabila dalam seleksi bakal calon kepala desa yang memenuhi persyaratan administrasi lebih dari 5 orang, maka panitia Pilkades harus melakukan seleksi tambahan. Tetapi   jika bakal calon hanya 2 sampai dengan 5 orang maka panitia Pilkades tidak boleh membuka seleksi tambahan. Oleh karena itu, jika pada tahapan screening calon kepala desa, pada setiap desa di Sula sudah ada calon kepala desa kurang dari 5 orang maka panitia Pilkades tidak boleh membuka seleksi tambahan, jika panitia membuka seleksi tambahan maka itu menyalahi Permendagri No. 112 Tahun 2014 dan Perda No. 3 Tahun 2019. Jika itu dilakukan oleh panitia maka kebijakan tersebut bertentangan dengan asas Pilkades yang bersifat demokratis, bersih, jujur, adil dan transparan. Dengan demikian secara demokratis wajar saja jika publik Sula terutama calon kepala desa yang tidak lulus screening mempertanyakan ketidak  lulusan mereka dan jika benar menyalahi Permendagri dan Perda maka DPRD Sula dapat mengajukan hak interpelasi kepada bupati. Bersatu Bangun Sula**(red).

Tidak ada komentar