Amanah Upara, Akademisi/Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Sula, Fraksi Partai Golkar. KoranMalut.Co.Id - Istilah "sipil lemah" meru...
KoranMalut.Co.Id - Istilah "sipil lemah" merujuk pada kondisi di mana kekuatan politik dan manajemen sipil tidak cukup kuat untuk mengendalikan atau mengelola negara, terutama dalam bidang pertahanan dan keamanan. Samuel P. Huntington sendiri pernah mengemukakan bahwa kemerosotan politik merupakan hal yang mungkin terjadi dan menekankan pentingnya tatanan politik untuk mencapai pembangunan. Konsep ini sangat relevan dalam konteks hubungan antara sipil dan militer, di mana sipil yang lemah bisa mengarah pada ancaman terhadap demokrasi dan stabilitas negara.
Sipil lemah dalam pemikiran Huntington yakni; Pertama, kemerosotan politik. Huntington berpendapat bahwa kemerosotan politik dapat terjadi dan sama mungkinnya dengan pembangunan politik, bukan hanya pembangunan ekonomi atau sosial. Kedua, keterbatasan negara bangsa. Tatanan politik yang kuat diperlukan untuk membangun bangsa. Ketiga, manajemen dan disiplin. Sipil yang lemah sering kali terlihat dari lemahnya manajemen, disiplin, dan kontrol dalam bidang pertahanan dan keamanan. Keempat, peran militer. Dalam konteks hubungan sipil-militer, sipil yang lemah berpotensi menyebabkan militer mengambil alih peran yang seharusnya menjadi domain sipil, terutama jika militer memiliki disiplin dan manajemen yang lebih.
Menurut Huntington jika sipil lemah demokrasi terancam. Kelemahan sipil dapat mengarah pada kemunduran demokrasi, di mana aktor-aktor politik yang ada memanfaatkan situasi tersebut akhirnya melahirkan kekacauan dan ketidakstabilan.
Ketiadaan tatanan politik yang kuat dan manajemen sipil yang lemah bisa memicu kekacauan sosial dan politik, seperti yang dialami beberapa negara yang baru merdeka.
Huntington menekankan pentingnya otoritas politik sipil yang kuat untuk menjaga keseimbangan hubungan dengan militer.
Secara singkat, "sipil lemah" dalam konteks pemikiran Huntington adalah keadaan di mana institusi dan kekuatan politik sipil tidak cukup cakap untuk menjalankan fungsinya secara efektif, sehingga berpotensi menciptakan ketidakstabilan dan mengancam tatanan yang ada.
Jika sipil lemah maka otomatis militer akan mengambil alih kekuasaan dengan alasan sipil tidak becus mengurus negara, padahal belum tentu militer mengambil alih kekuasaan akan lebih baik dari pemerintahan sipil. Lihatlah ketika terjadi tuntutan reformasi di Thailand, Kamboja, Myanmar dan Mesir ketika pemerintahan sipil lengser kemudian terjadi kekosongan kekuasaan apakah penggagas reformasi atau sipil yang mengambil alih kekuasaan? Ternyata tidak yang mengambil alih kekuasaan sipil adalah militer dengan alasan sipil lemah karena tidak bisa melaksanakan konstitusi dengan baik. Namun di negara-negara tersebut setelah militer berkuasa ternyata kebijakannya lebih buruk dari pemerintah sipil, seperti penyampaian aspirasi di larang, para tokoh dan aktivis ditangkap, demokrasi sipil dikekang yg ada adalah demokrasi ala militer. Akhirnya lahirlah pemerintahan yang militeristik dan otoritarian.
Praktik kekuasaan seperti ini sangat bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu menurut Huntington militer tidak boleh mencampuri urusan sipil terlalu jauh karena militer didik dan dilatih untuk berperang menjaga kedaulatan negara dari musuh-musuh asing. Jadilah militer yang profesional dan kuat untuk menghadapi tantangan bangsa kedepan. Di negara-negara demokrasi yang sudah maju seperti Amerika Serikat, militer benar-benar dijauhkan dari urusan politik mareka dilatih dan didik secara profesional, digaji dengan memadai dan disiapkan alut sista pertahanan keamanan negara yang canggih dan kuat untuk menyiapkan diri melindungi dan menjaga pertahanan keamanan negara dari musuh-musuh asing.(**).
Tidak ada komentar