"Oleh: Sitti Nurlyanti Samwar" KoranMalut.Co.Id - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bersama Direktorat Bea Cukai dan Direkt...
"Oleh: Sitti Nurlyanti Samwar"
KoranMalut.Co.Id - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bersama Direktorat Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Imigrasi mengungkap 6.881 kasus tindak pidana narkoba di Indonesia sepanjang bulan Januari dan Februari 2025.Barang bukti ini merupakan hasil dari pengungkapan 6.881 kasus penyebaran dan penggunaan narkotika yang lokasi kejadiannya tersebar di seluruh daerah di Indonesia. Dari seluruh kasus yang diungkap ini, polisi telah menangkap 9.586 orang tersangka yang terlibat dalam tindak pidana narkoba.
Peredaran narkoba di Indonesia hingga kini terus terjadi dan seakan sulit untuk dihentikan. Berdasarkan data BNN, terus masuknya narkoba di tanah air adalah akibat struktur perdagangan narkoba di Indonesia menarik bagi sindikat narkoba internasional. Pasalnya, barang haram ini bisa dijual dengan harga tinggi dibandingkan di beberapa negara lain. Misalnya saja, harga narkotika jenis sabu-sabu di Cina pada tahun lalu hanya berkisar Rp20.000 dan di Iran berkisar pada Rp50.000. Namun di Indonesia, harga jual sabu-sabu dapat mencapai angka Rp1,5 juta/gram!
Selain itu, jumlah penduduk Indonesia yang besar serta wilayahnya yang luas dan terbuka menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang menggairahkan. Bahkan, diduga kuat, Indonesia sudah menjadi basis produksi beberapa jenis narkoba.
Narkoba Merusak Remaja, Kapitalisme Biang Keladi
Diketahui bahwa narkoba secara perlahan bekerja merusak sistem saraf dengan level ringan hingga permanen, mulai dari sakau, ketulian, hingga menyebabkan kematian. Narkoba dapat memengaruhi kerja otak sehingga zat tersebut mampu mengubah suasana perasaan, cara berpikir, kesadaran, dan perilaku pemakainya.
Gangguan saraf yang ditimbulkan pun dapat berupa gangguan saraf sensoris, motorik, otonom, dan vegetatif. Dapat dibayangkan apabila gangguan tersebut terjadi kepada remaja, tentu masa depan remaja akan terancam.
Selain itu, tatanan kehidupan saat ini yang sekuler kapitalistik, tidak jarang membuat remaja menjadi pribadi yang labil dan kurang iman. Ini karena sekularisme (memisahkan agama dari kehidupan) melahirkan berbagai ide turunan, seperti kebebasan bertingkah laku. Ide ini membuat remaja menjadi sulit diatur.
Hal yang lebih memprihatinkan, adanya stigma terhadap upaya perbaikan dan pembinaan remaja dengan tsaqafah Islam. Kegiatan-kegiatan keislaman remaja malah dituding sebagai kegiatan radikalisme. Dengan berpegang pada prinsip yang salah tersebut, maka digencarkan program deradikalisasi bagi generasi Z dan milenial.
Deradikalisasi yang masif menyebabkan mewabahnya islamofobia. Kondisi ini menjadikan keluarga dan remaja yang ada di dalamnya dijauhkan dari nilai-nilai agama. Efeknya, mereka takut mendekati masjid, apalagi harus ikut kajian keislaman. Padahal, ilmu agama dan kekuatan iman adalah benteng yang akan menjaga remaja dari pengaruh negatif lingkungan, termasuk narkoba.
Di lain pihak, upaya pemberantasan narkoba begitu karut-marut. Baru-baru ini bahkan terungkap aparat yang menjual barang bukti narkoba. Sungguh, kapitalisme telah berhasil memalingkan pihak-pihak yang seharusnya ada di garda terdepan peperangan, menjadi kaki tangan kejahatan dengan iming-iming keuntungan yang sangat menggiurkan. Pandangan hidup sekuler terbukti turut merusak mental penegak hukum. Berdasarkan hal tersebut, telah nyata kapitalisme menjadi biang keladinya.
Kegagalan Pemberantasan Narkoba Akibat Kesalahan Paradigma
Apabila kita telaah dengan saksama, ada penyebab utama gagalnya pemberantasan narkoba, yaitu kesalahan paradigma terhadap masalah narkoba. Kampiun kapitalisme, yakni Amerika Serikat (AS), beserta badan dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan narkoba dan kejahatan, United Nations Office on Drugs Crimes (UNODC), memandang peredaran narkoba adalah kejahatan, sedangkan penyalahgunaan narkoba sekadar masalah kesehatan. Mereka berdalih bahwa penyalahgunaan narkoba telah menduduki peringkat ke-20 di dunia sebagai penyebab tingginya angka kematian. Di negara berkembang sendiri, seperti Indonesia, menempati peringkat ke-10.
Mereka juga melihat bahwa pengguna narkoba diketahui sangat rentan dan mudah terjangkit HIV, hepatitis, dan tuberkulosis, yang kemudian dapat menular ke masyarakat umum. Itulah sebabnya para pengguna narkoba disebut sebagai “pasien” yang harus direhabilitasi, bukan sebagai penjahat yang harus dihukum. Kondisi inilah yang menjadikan para pengguna tidak jera untuk terus mengonsumsi narkoba. Sayangnya, prinsip seperti ini diberlakukan pula di Indonesia.
Islam Punya Solusi
Hal ini sangat berbeda dengan Islam. Dalam pandangan Islam, narkoba hukumnya haram. Penggunanya menjadi pelaku kejahatan yang akan mendapatkan hukuman yang membuat jera.
Dalil keharamannya sebagaimana firman Allah Taala, “Dan (Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS Al-A’raf: 157)
Adapun dalil Sunah adalah hadis riwayat Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar, dan setiap yang muskir adalah haram.” (HR Muslim)
Islam pun telah menyiapkan seperangkat aturan paripurna yang akan membuat jera, baik para pengguna narkoba maupun pengedarnya. Islam memberikan hukuman bagi mereka yang memakai dan pengedar. Para ulama pada umumnya menganalogikan (qiyas) hukum keharaman narkoba dengan hukum haramnya khamar (minuman keras) dengan merujuk pada sumber hukum Islam, baik Al-Qur’an, Al-Hadits, maupun hasil-hasil ijtihad ulama. Salah satu ayat Al-Quran yang dijadikan dasar pengharaman penyalahgunaan narkoba ini ialah Surah Al-Maidah ayat 90-91.
Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya (minum) khamar, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan”.
Hukuman atas kejahatan narkoba yang tidak memberikan efek jera itu justru makin memperparah masalah. Janganlah membuat jera orang lain, orang yang sudah dihukum pun tidak jera. Wajar saja jika rehabilitasi pencandu narkoba dan pemberian grasi kepada pengedar dan bandar dinilai bisa melemahkan pemberantasan narkoba. Pemberantasan narkoba yang terus digencarkan BNN pun akan bernilai tidak efektif karena sama sekali tidak memberikan efek jera terhadap pelakunya, sedang di sisi lain Indonesia terus menjadi incaran sindikat narkoba maka hukum Islam adalah solusinya.
Tidak ada komentar