Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Guru Pahlawan Banyak Jasa

Gambar: KH Hajar Dewantara. Penulis Amanah Upara: Staf Ahli DPR RI/Akademisi Ummu Ternate KoranMalut.Co.Id - Seringkali kita mendengar adegi...

Gambar: KH Hajar Dewantara.

Penulis Amanah Upara: Staf Ahli DPR RI/Akademisi Ummu Ternate

KoranMalut.Co.Id - Seringkali kita mendengar adegium (persepsi) bahwa guru pahlawan tanpa jasa, mungkin adegium ini berhubungan dengan tidak sebandingnya perhatian negara terhadap guru terutama dalam hal peningkatan kesejahteraan guru dibandingkan jasa-jasa guru dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Indonesia. Guru merupakan pahlwan banyak jasa karena guru kita bisa membaca, karena guru kita bisa menulis, karena guru kita memiliki budi pekerti (etika) yang baik, karena guru kita bisa bekerja (PNS dan Swasta), karena guru kita bisa berbisnis, karena guru kita bisa menjadi anggota DPR, DPD dan DPRD, karena guru kita bisa menjadi presiden, gubernur, bupati, walikota dan kepala desa. 

Namun jasa-jasa guru yang begitu banyak sering kali kurang dihargai. Menurut statistik kepegawaian sejak 2020 jumlah guru honorer, kontarak dan PTT di Indonesia adalah 1.750.445 ini merupakan angka yang sangat fantastis. Para guru honorer ini ada yang ditugaskan di perkotaan namun ada pula yang bertugas di daerah terpencil dan terluar, medan yang sulit, akses transportasi dan jaringan yang tidak memedai namun karena untuk mengabdi kepada negara dan mendidik generasi muda Indonesia mereka tetap bersemangat untuk mendidik para siswanya. 

Namun walaupun pengabdian yang sulit seperti itu, ada juga guru honorer yang digaji tidak sesuai, ada yang digaji 200.000 sampai dengan 500.000 rupiah perbulan. Pendapat seperti ini sangat menyedihkan terutama guru yang sudah berkeluarga. Karena tidak sesuai dengan kebutuhan guru. Gaji seperti ini pasti berpengaruh terhadap kualitas guru dan membuat kinerja guru rendah. Ada juga guru honorer yang sudah mengabdi terhadap negara sekitar 30 tahun sampai 40 tahun ataupun lebih tapi belum diangkat menjadi PNS. Hal ini sangat tidak sebanding dengan gaji dan pendapatan para anak didiknya yang fantastis yang saat ini menjadi anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden, Bupati dan Walikota. Lebih mirisnya lagi di era Pemilu seringkali para guru dipolitasi untuk memilih kandidat tertentu, jika tidak memilih maka guru tersebut bisa diberhentikan dari kepala sekolah, dipindahkan di tempat terpencil, dipindahkan di kelurahan menjadi staf biasa, dll. Bagi yang mendukung akan diberi jabatan baik kepala sekolah, kepala bidang dan kepala dinas. 

Saking  guru bermanfaat bagi negara maka ketika terjadi bom di Kota Herosima dan Nagasaki Jepang, 9 Agustus 1945 Perdana Menteri Jepang tidak bertanya berapa tentara yang meninggal, berapa masyarakat yang meninggal, berapa anak-anak yang meninggal, berapa pemuda yang meninggal dan berapa gedung-gedung yang hancur, tapi Perdana Menteri Jepang bertanya pertama kali adalah "berapa guru yang meninggal" hal ini karena Perdana Menteri Jepang menyadari bahwa dengan banyak jumlah guru yang hidup maka Jepang dengan mudah bangkit untuk membangun peradaban Jepang. Terbukti saat ini Jepang bangkit menjadi negara maju dan ekonomi terkuat ke empat di dunia. Hal ini sangat berbeda dengan kita.

Dengan demikian momentum hari guru 25 November 2021 marilah kita menghormati para guru-guru kita, yang saat ini masih honor perlu digaji sesuai Upah Minimum Provinsi (UMP) dan negara perlu mengangkat mereka untuk menjadi PNS, yang sudah menjadi PNS negara perlu meningkatkan kesejahteraan (sertifikasi) dan kualitasnya baik S1, S2 dan S3, stop menarik-narik (politisasi) guru untuk terlibat dalam politik praktis dan stop menarik guru masuk dalam jabatan struktural, biarlah guru menjadi guru profesional untuk mendidik generasi muda Indonesia. Agar hak-hak guru diperhatikan oleh negara maka diharapkan PGRI harus kritis terhadap pemerintah dan politisi jika para guru di tarik-tarik untuk terlibat dalam politik praktis. Jika sudah dikritisi tapi tidak ada solusi maka pemerintah perlu menerapkan sanksi yang tegas kepada politisi yang terbukti menarik-narik guru untuk terlibat dalam politik praktis. Jika tidak ada efek jera maka alangkah baiknya seluruh guru baik guru TK sampai SMA dibawah kewenangan pemerintah pusat.**(red).

Tidak ada komentar