Umar Tangke, S.Pi M.Pi, Dosen Universitas Muhammadiyah Maluku Utara KoranMalut.Co.Id - Nelayan tuna di Kota Ternate merupakan pilar utama ...
Umar Tangke, S.Pi M.Pi, Dosen Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
KoranMalut.Co.Id - Nelayan tuna di Kota Ternate merupakan pilar utama perekonomian pesisir, namun kehidupan mereka penuh dengan tantangan. Gelombang tinggi, cuaca ekstrem, dan keterbatasan peralatan sering menjadi penghalang dalam aktivitas melaut. Banyak dari mereka masih bergantung pada pengalaman turun-temurun, tanpa dukungan teknologi modern yang mampu menjamin keselamatan dan efisiensi. Dalam situasi seperti itu, hadirnya perguruan tinggi memberikan angin segar. Melalui kegiatan edukasi, riset terapan, dan pengabdian masyarakat, akademisi memperkenalkan berbagai peralatan navigasi modern seperti GPS, kompas, hingga fish finder. Kehadiran teknologi mampu meningkatkan hasil tangkapan sekaligus mengurangi risiko kecelakaan laut. Transformasi ini tidak hanya soal alat, tetapi juga menyangkut perubahan cara pandang. Nelayan kini tidak lagi sekadar menunggu keberuntungan, melainkan mampu mengelola risiko dengan pengetahuan dan teknologi. Inilah langkah awal menuju kesejahteraan yang lebih baik bagi keluarga nelayan Ternate. Bersamaan dengan hal tersebut maka Program Studi Teknologi Perikanan, Fakultas Pertanian dan Perikanan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara hadir untuk membimbing dan membantu nelayan melalui Program Kemitraan Masyarakat dengan Skema Pemberdayaan Berbasis Masyarakat, yang di danai oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, Dan Teknologi melalui Direktorat jenderal riset dan pengembangan dan Direktorat riset, teknologi, dan pengabdian kepada masyarakat tahun 2025.
Potret Sosial-Ekonomi Nelayan Tuna Ternate
Mayoritas nelayan di Ternate berasal dari keluarga dengan latar belakang sederhana. Kapal yang mereka gunakan rata-rata berukuran kecil hingga menengah, dengan kapasitas yang terbatas. Pendapatan bulanan mereka, sebelum adanya intervensi teknologi, hanya berkisar antara Rp 2–3 juta, jumlah yang kerap kali tidak mencukupi kebutuhan keluarga besar.
Di balik kondisi tersebut, potensi perikanan tuna di Ternate sesungguhnya sangat besar. Data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) menunjukkan produksi tahunan tuna bisa mencapai 25–30 ribu ton. Namun sayangnya, keterbatasan sarana pengolahan dan distribusi membuat sebagian besar hasil tangkapan hanya dijual mentah dengan harga rendah. Melalui keterlibatan perguruan tinggi, pola lama ini perlahan diubah. Edukasi tentang teknik pengolahan, strategi pemasaran, dan akses pasar yang lebih luas mulai diperkenalkan. Nelayan diarahkan agar tidak hanya menjadi penangkap ikan, tetapi juga pengelola sumber daya yang mampu menambah nilai produk perikanan mereka.
Masalah: Keselamatan, Risiko Laut, dan Keterbatasan Alat Tradisional
Kondisi laut di wilayah Ternate dikenal tidak menentu. Angin kencang, ombak besar, dan badai mendadak sering kali menjadi ancaman serius. Tidak sedikit kasus nelayan hilang di laut atau kapal tenggelam akibat cuaca ekstrem. Ketiadaan alat navigasi modern membuat nelayan sulit mengantisipasi risiko ini. Selain ancaman keselamatan, nelayan tradisional menghadapi keterbatasan dalam teknik penangkapan. Banyak dari mereka masih menggunakan jaring sederhana atau pancing tangan, yang memerlukan waktu lama untuk memperoleh hasil. Dengan metode ini, hasil tangkapan tidak sebanding dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan.
Situasi ini mempertegas pentingnya inovasi dan modernisasi. Nelayan perlu dibekali keterampilan dan peralatan yang dapat meningkatkan produktivitas sekaligus menjamin keselamatan. Perguruan tinggi hadir dengan solusi nyata berupa transfer teknologi dan pembekalan ilmu pengetahuan.
Peran Perguruan Tinggi dalam Edukasi & Transfer Teknologi
Perguruan tinggi berfungsi sebagai jembatan antara ilmu pengetahuan dan praktik lapangan. Melalui program pengabdian masyarakat, para dosen dan mahasiswa menghadirkan pelatihan yang dirancang sesuai kebutuhan nelayan lokal. Pelatihan ini mencakup penggunaan navigasi, strategi penangkapan ramah lingkungan, hingga manajemen usaha perikanan.
Pendekatan yang dilakukan tidak sekadar transfer ilmu, tetapi juga berbasis pendampingan. Nelayan diajak belajar secara langsung melalui praktik melaut bersama tim akademisi. Model edukasi ini terbukti lebih efektif karena nelayan bisa mempraktikkan ilmu baru dalam situasi nyata. Dengan keterlibatan aktif perguruan tinggi, nelayan bukan hanya pengguna teknologi, melainkan juga mampu memahami prinsip kerjanya. Pemahaman ini penting agar nelayan bisa menyesuaikan penggunaan alat dengan kondisi lokal, bukan hanya sekadar mengikuti instruksi teknis.
Edukasi Navigasi Modern (GPS, Radar, Fish Finder)
Salah satu fokus utama edukasi adalah pengenalan alat navigasi modern. GPS membantu nelayan menentukan posisi kapal dengan presisi, sehingga mereka tidak mudah tersesat. Alat ini juga memudahkan pencatatan jalur pelayaran yang dapat digunakan kembali pada trip melaut berikutnya. Radar cuaca menjadi penyelamat bagi nelayan ketika menghadapi badai. Dengan kemampuan mendeteksi kondisi atmosfer, radar memberi peringatan dini sehingga nelayan bisa menghindari area berbahaya. Kehadiran alat ini secara signifikan menurunkan angka kecelakaan laut. Fish finder, atau alat pencari ikan, mempercepat proses pencarian gerombolan tuna. Dengan teknologi sonar, nelayan dapat mengetahui kedalaman dan lokasi ikan secara akurat. Hasil tangkapan meningkat, sementara waktu dan biaya operasional dapat ditekan.
Alat Bantu Penangkapan Ramah Lingkungan
Selain navigasi, perguruan tinggi juga memperkenalkan berbagai alat bantu penangkapan yang ramah lingkungan. Misalnya, penggunaan pancing ulur modern dan long line yang dirancang untuk mengurangi tangkapan sampingan. Teknologi ini membantu nelayan menjaga keberlanjutan ekosistem laut. Rumpon portabel juga diperkenalkan sebagai inovasi baru. Alat ini membantu menarik gerombolan ikan ke area tertentu tanpa merusak habitat dasar laut. Nelayan dapat menghemat waktu pencarian, sekaligus menjaga keseimbangan lingkungan. Dengan teknologi ramah lingkungan ini, nelayan tidak hanya memperoleh hasil tangkapan lebih besar, tetapi juga ikut menjaga kelestarian sumber daya. Inovasi ini mencerminkan pendekatan berkelanjutan yang sejalan dengan prinsip akademik dan kebutuhan masyarakat.
Integrasi Pengetahuan Lokal & Ilmu Akademik
Nelayan Ternate memiliki kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun. Mereka mampu membaca bintang, arah angin, dan arus laut untuk menentukan waktu serta lokasi penangkapan. Pengetahuan ini terbukti bermanfaat, namun tetap memiliki keterbatasan di era modern yang menuntut kepastian dan efisiensi. Perguruan tinggi tidak berusaha menghapus tradisi tersebut, melainkan mengintegrasikannya dengan sains dan teknologi. Misalnya, kemampuan membaca bintang dipadukan dengan data GPS, sehingga nelayan memiliki panduan ganda yang lebih akurat. Perpaduan ini menjadikan pengalaman nelayan semakin relevan dengan kebutuhan zaman. Hasilnya, tercipta metode melaut yang lebih adaptif. Nelayan tetap merasa dekat dengan tradisi, tetapi juga percaya diri menggunakan alat modern. Sinergi antara kearifan lokal dan ilmu akademik membentuk identitas baru yang lebih kuat bagi komunitas nelayan Ternate.
Cerita Sukses Transformasi Nelayan Ternate
Perubahan nyata terlihat di beberapa kampung nelayan, salah satunya di Kelurahan Sulamadaha. Sebelum ada pendampingan perguruan tinggi, nelayan setempat hanya mampu membawa pulang 200 kilogram tuna per trip. Setelah memanfaatkan fish finder dan GPS, tangkapan meningkat menjadi 500 kilogram. Keberhasilan ini menular ke kelompok lain. Nelayan yang semula ragu akhirnya tertarik mencoba teknologi baru setelah melihat hasil nyata yang diperoleh tetangga mereka. Rasa ingin tahu berubah menjadi semangat belajar, hingga akhirnya mereka mampu mengoperasikan peralatan modern secara mandiri. Cerita sukses ini menunjukkan bahwa teknologi bukan hanya teori, tetapi benar-benar memberikan dampak ekonomi. Pendapatan nelayan naik, biaya operasional menurun, dan keluarga nelayan lebih sejahtera. Inilah bukti bahwa edukasi dari perguruan tinggi membawa perubahan signifikan.
Data Kuantitatif Produksi & Kecelakaan Laut (DKP, Basarnas)
Data DKP Kota Ternate tahun 2023 mencatat produksi tuna mencapai 25–30 ribu ton per tahun. Namun, hanya sekitar 20 persen yang diolah secara optimal. Potensi besar ini bisa digarap lebih baik dengan dukungan teknologi dan edukasi. Di sisi lain, data Basarnas menunjukkan adanya penurunan kecelakaan laut sebesar 20 persen dalam tiga tahun terakhir. Penurunan ini berkorelasi dengan meningkatnya penggunaan GPS dan radar cuaca di kalangan nelayan yang telah mengikuti pelatihan perguruan tinggi. Angka-angka tersebut memperlihatkan perbedaan yang nyata antara nelayan yang menggunakan teknologi dengan yang tidak. Edukasi perguruan tinggi terbukti mampu meningkatkan produktivitas sekaligus memperbaiki catatan keselamatan di laut.
Keselamatan Kerja: Dari Tradisi ke Teknologi
Sebelum mengenal teknologi modern, keselamatan nelayan sangat bergantung pada intuisi. Mereka berangkat melaut dengan doa dan pengalaman, tanpa jaminan pasti bisa pulang selamat. Banyak keluarga yang harus kehilangan anggota karena kecelakaan di laut. Dengan peralatan navigasi berupa GPS, kompas dan alat komunikasi modern, keselamatan kerja nelayan meningkat drastis. Mereka bisa merencanakan alur pelayaran dari berangka sampai pulang ke fishing base, mengetahui posisi kapal, dan mengirimkan sinyal darurat bila terjadi masalah. Hal ini memberi rasa aman kepada nelayan selama melakukan operasi penangkapan ikan di laut lepas. Keselamatan kerja yang lebih baik tidak hanya melindungi nelayan, tetapi juga memberi ketenangan bagi keluarga di rumah. Dengan demikian, teknologi tidak hanya berdampak pada ekonomi, tetapi juga pada aspek sosial dan psikologis masyarakat pesisir.
Digitalisasi Perikanan & Aplikasi Mobile
Perguruan tinggi memperkenalkan aplikasi cuaca berbasis satelit yang dapat diakses melalui ponsel pintar. Aplikasi ini membantu nelayan menentukan waktu berangkat dan area tangkapan yang aman. Informasi yang sebelumnya sulit diperoleh kini tersedia di genggaman tangan.
Selain itu, pemasaran produk juga didorong melalui platform digital. Pemuda nelayan diajak membuat akun di marketplace dan media sosial untuk menjual tuna segar maupun produk olahan. Hal ini membuka akses pasar yang lebih luas, tidak hanya di Ternate, tetapi juga lintas daerah. Digitalisasi perikanan menciptakan ekosistem baru yang lebih modern. Nelayan tidak lagi bergantung pada tengkulak, melainkan mampu menjual produk langsung ke konsumen. Hal ini meningkatkan keuntungan dan mengurangi ketimpangan dalam distribusi.
Kolaborasi Perguruan Tinggi – Pemerintah – Nelayan
Keberhasilan edukasi tidak lepas dari kolaborasi tiga pihak: perguruan tinggi, pemerintah, dan nelayan. Pemerintah berperan menyediakan alat dan subsidi, perguruan tinggi memberi edukasi, sementara nelayan menjadi pelaku utama perubahan.
Sinergi ini menciptakan program yang lebih berkelanjutan. Misalnya, pemerintah menyediakan GPS gratis bagi kelompok nelayan, perguruan tinggi melatih cara penggunaannya, dan nelayan mengaplikasikan langsung di laut. Pola kerja sama seperti ini terbukti efektif.
Kolaborasi juga membangun rasa saling percaya. Nelayan merasa diperhatikan, pemerintah mendapatkan data nyata di lapangan, sementara perguruan tinggi bisa menguji penerapan ilmunya. Semua pihak memperoleh manfaat yang setara.
Tantangan Implementasi: Modal, Akses, Literasi Digital
Meski banyak kemajuan, implementasi teknologi tetap menghadapi tantangan. Harga alat modern masih relatif mahal bagi sebagian besar nelayan kecil. Tidak semua kelompok mampu membeli peralatan canggih tanpa bantuan pemerintah atau lembaga keuangan.
Selain modal, keterbatasan akses internet di beberapa wilayah pesisir juga menjadi hambatan. Aplikasi digital tidak dapat digunakan optimal bila jaringan lemah. Hal ini membuat perguruan tinggi perlu mencari solusi alternatif seperti sistem offline yang sederhana.
Tantangan lain adalah literasi digital yang masih rendah. Sebagian nelayan lanjut usia kesulitan memahami cara kerja teknologi. Oleh karena itu, pendekatan bertahap dan pelibatan generasi muda menjadi kunci keberhasilan program edukasi.
Solusi & Rekomendasi Akademisi
Perguruan tinggi merekomendasikan adanya program kredit lunak khusus bagi nelayan untuk membeli peralatan navigasi. Skema ini dapat meringankan beban finansial sekaligus memperluas akses terhadap teknologi modern.
Selain itu, pengembangan infrastruktur digital di wilayah pesisir perlu dipercepat. Akses internet yang stabil akan memudahkan nelayan menggunakan aplikasi cuaca, peta laut, dan platform pemasaran online. Hal ini akan memperkuat daya saing produk perikanan Ternate.
Rekomendasi lain adalah membangun kurikulum pelatihan berbasis komunitas. Dengan metode ini, nelayan bisa belajar bersama secara berkelompok, saling mendukung, dan memastikan pengetahuan tidak hanya berhenti pada satu individu.
Outlook: Ternate sebagai Pusat Perikanan Tuna Modern
Jika program edukasi terus berlanjut, Ternate berpotensi menjadi pusat perikanan tuna modern di Indonesia Timur. Dengan hasil tangkapan berkualitas tinggi dan produk olahan yang bernilai tambah, Ternate dapat menembus pasar ekspor secara lebih luas.
Dukungan teknologi menjadikan nelayan lebih efisien dan aman dalam melaut. Kombinasi antara produksi tinggi, pengolahan modern, dan pemasaran digital akan memperkuat posisi Ternate dalam peta industri perikanan nasional.
Dengan peran aktif perguruan tinggi, bukan mustahil Ternate menjadi contoh sukses transformasi perikanan berbasis komunitas. Model ini bisa direplikasi di daerah pesisir lain yang menghadapi tantangan serupa.
Penutup: Jalan Panjang Edukasi Nelayan
Transformasi nelayan Ternate melalui edukasi perguruan tinggi adalah perjalanan panjang yang penuh tantangan. Namun, hasil yang dicapai menunjukkan bahwa upaya ini sepadan. Nelayan kini lebih aman, lebih produktif, dan lebih sejahtera.
Keselamatan yang lebih terjamin memberikan rasa tenang bagi keluarga nelayan. Peningkatan pendapatan membuat mereka mampu menyekolahkan anak hingga jenjang lebih tinggi. Dengan demikian, efek positif program tidak hanya dirasakan saat ini, tetapi juga untuk masa depan generasi pesisir.
Edukasi yang berkelanjutan akan menjadi kunci. Selama perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat tetap bersinergi, Ternate akan terus berkembang menjadi pusat perikanan tuna modern yang berdaya saing tinggi.**().
Tidak ada komentar