Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Kantor Desa Wailia Dipalang, Diduga Status Lahan Sengketa, Pemilik Lahan Minta Bupati Copot Kades

Sula, KoranMalut.Co.Id -  Kantor Desa Wailia, Kecamatan Sulabesi Timur dipalang, Sabtu (7/6/2025). Aksi dilakukan sebagai bentuk protes terh...


Sula, KoranMalut.Co.Id - Kantor Desa Wailia, Kecamatan Sulabesi Timur dipalang, Sabtu (7/6/2025). Aksi dilakukan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah desa (Pemdes) atas ketidak hiraukan surat somasi (Teguran Hukum) dilayangkan terkait lahan yang dibangun pembangunan kantor desa itu diduga bersengketa serta ada unsur dugaan penipuan.

Berdasarkan surat somasi dengan nomor 06/Pid-S/BSdanP/V2025 melalui kuasa hukum Bustamin Sanaba SH., M.H dan berdasarkan surat kuasa khusus No. 005/SKH/BSdanP/Pid/IV/2025 tertanggal 14 April 2025 dari saudara Wahdanur Ipa selaku pemberi kuasa. 

Menyampaikan bahwa Somasi (Teguran Hukum) kepala Desa Wailia, terkait penggunaan tanah milik kliennya yang terletak di RT.03 RW.02 Desa Wailia Kecamatan Sulabesi Timur, Kabupaten Kepulauan Sula yang telah dibangun kantor desa Wailia secara tidak Sah, karena berdasarkan dugaan penipuan.

Selaku kuasa hukum Bustamin Sanaba mengatakan, bahwa maksud pemberian tanah kliennya waktu itu untuk pembangunan kantor desa Wialia secara gratis (tanpa dibayar). 

Dikatakan, yang mana proses pemberian tanah saat itu melalui saudara Juwardi Norau yang telah mendatangi kliennya dan menyampaikan atau meminta kepada klien kami agar bersedia memberikan tanah secara gratis kepada pemerintah desa Wailia, untuk membangun kantor desa.

Maka dari, kata Kuasa hukum, demi kepentingan orang banyak atau masyarakat umum. Maka kliennya pun bersedia memberikan tanah miliknya tanpa dibayar sepeserpun

"Setelah kami telusuri serta konfirmasi tanah dimaksud, melalui surat resmi kepada kepala desa Wailia, tertanggal 23 April 2025 barulah diketahui ternyata tanah tersebut telah dijual dengan harga Rp. 60 juta (enam puluh juta rupiah) dengan ukuran panjang 25 meter dan lebar 35 meter,  sebagaimana tertuang dalam surat keterangan surat beli tanah tertanggal 20 Oktober 2017  sebagaimana terlampir," jelas Bustamin

"Dalam surat jual beli tanah yang dikeluarkan oleh pemerintah desa Wailia menyebutkan pihak pertama atau yang menjual tanah adalah Juwardi Norau selaku penjual tanah dan pihak kedua Mustriydi Gay selaku pembeli tanah. Padahal klien kami tidak pernah memberikan persetujuan kuasa kepada siapapun tanah dimaksud untuk diperjual belikan termasuk kepada pemerintah desa Waila," tambah kuasa hukum.

Terpisah keluarga serta anak dari pemilik lahan Arafit Ipa biasa disapa Fiko menyatakan, aksi palang kantor itu bentuk kekesalan dikarenakan surat somasi dilayangkan kepada Pemdes Wailia  berulangkali dilakukan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah lahan tersebut karena pihaknya merasa dirugikan dan diduga ditipu oleh pihak yang menjual tanah nanum Pemdes setempat terkesan tidak menghiraukan.

lanjut Arafik pada Selasa (3/6) kemarin pihaknya mendatangi kantor desa dan bertemu dengan kaur pemerintahan dan sekretaris desa untuk meminta segera membuat surat pernyataan agar dapat menyelesaikan masalah tersebut. 

Sambung Arafit, pihak (pemdes ) meminta waktu karena Kades sementara ada diluar daerah. Namun waktu yang diberikan tidak dapat direspon baik dari pihak desa sehingga diambil langkah pemalangan kantor.

"Jadi saya sudah lakukan Somasi berulang kali ke Pemerintah Desa Wailia. Somasi pertama itu kami minta Arsip Hibah lahan. Biasanya itu aturan kalau orang hibah tanah itu ada arsip. Somasi itu tembusan hingga Bupati melalui Sekda, Dinas BPMD selaku berhubungan dengan desa, dan pihak APH, Polres, Polsek," ujar pemilik lahan.

"Setelah Somasi itu sampai kepada Kades, namun yang dikeluarkan itu surat jual beli tanah ulang. Disitu kami merasa dirugikan, karena tanah itu dikasi di Desa itu untuk hibah kenapa dijual, lalu disitu kami bertindak. Dan Somasi yang ketiga dengan ketegasan dalam jangka waktu 7 hari kalau tidak ada niat baik menyelesaikan masalah ini, kami boikot lahan kami di area kantor desa termasuk kantor desa. Saat pertemuan dengan aparat desa kemarin kami juga sampaikan, jika masalah ini diselesaikan ada beberapa poin satu antaranya adalah Gantikan uang Rp. 60 juta hasil jual tanah ,"kata Arafit tegaskan.

Bahkan, pihaknya menduga pemerintah desa bersekongkol dengan pihak penjual tanah itu saat ini anaknya adalah aparat desa (Sekdes). 

Mereka juga mengaku, bawah jika lahan itu kalau dari sila-sila Juwardi Norau ini tidak ada hak waris atas tanah itu.

"Kalau Basudara itu benar. Tapi secara sila-sila atas tanah itu mereka tidak ada hak waris. Mereka berbunga keluarga itu antara saya punya nenek dari ( papa  punya mama) dengan penjual tanah (Juwardi Norau) punya papa itu adik kakak sungguh. Tapi tanah ini dari Papa saya (tete dari papa) ," ungkapnya.

"Jika kalau palang kantor desa itu terbuka pasti ada perintah dari kades, ketika terjadi kontak fisik sapa bertanggung jawab? Tong punya tanah kami hibah orang lain jual. Hari ini kalau penyerobotan saja oke, tapi ada unsur penipuan. Darmin selaku kades harus bertanggung jawab. Kami tahu dia tak terlibat dalam transkripsi waktu," 

"Saya tegaskan,  kalau tak ada penyelesaian, maka kantor desa angkat taru keluar dari area lahan  dan depan kantor desa (lokasi sekitar) kami buat bangunan sarang walet. Jika sampai kami buat maka sudah tidak bisa buka lagi," tegasnya 

Sekedar informasi, proses penjualan tanah itu pada 20 Oktober 2017 waktu itu di jaman pemerintah desa sebelumnya, tutur Fiko.**(red/tim).

Tidak ada komentar