Labuha, KoranMalut.Co.Id – Sengketa lahan antara Pemerintah Desa Kubung dan pemilik lahan, Bahrudin Malik, terus bergulir dan kini berdampa...
Labuha, KoranMalut.Co.Id – Sengketa lahan antara Pemerintah Desa Kubung dan pemilik lahan, Bahrudin Malik, terus bergulir dan kini berdampak langsung terhadap kegiatan belajar-mengajar di dua lembaga pendidikan, yakni Madrasah Ibtidaiyah Swasta dan Madrasah Tsanawiyah Swasta.
Lahan seluas 50x50 meter yang kini digunakan sebagai lokasi dua madrasah tersebut dibeli oleh mantan Kepala Desa Kubung pada tahun 2009 dengan total nilai Rp70 juta. Namun, hingga kini baru Rp37 juta yang dibayarkan. Sisa pembayaran sebesar Rp33 juta yang dijanjikan akan dianggarkan dalam Musyawarah Desa tahun 2023 untuk realisasi tahun 2024, hingga pertengahan tahun 2025 belum juga diselesaikan.
Akibat belum terselesaikannya pembayaran tersebut, ruang kelas di lokasi tersebut dipalang oleh pihak pemilik lahan. Hal ini menyebabkan proses belajar siswa terganggu. Beberapa kelas terpaksa dihentikan, dan siswa harus mengikuti kegiatan belajar di luar ruangan, bahkan saat sedang menghadapi ujian tengah semester.
Bahrudin Malik menyatakan bahwa langkah yang diambilnya bukan untuk merugikan anak-anak, tetapi menuntut haknya yang telah tertunda selama 16 tahun.
“Harapan dari saya, kita sebagai muslim jangan melakukan pemerasan, jangan menghilangkan hak orang. Saya berharap dari pihak Polres dapat membantu menyelesaikan persoalan ini agar Pemerintah Desa segera melunasi sisa pembayaran lahan yang belum dibayar,” ujarnya.
Sukmawati Hi. Hamza, salah satu guru yang mengajar di madrasah tersebut, menyampaikan keprihatinannya.
“Pemalangan sekolah ini sangat mengganggu aktivitas belajar anak-anak. Bagaimana mereka bisa fokus menuntut ilmu jika ruang kelas dipalang dan aksesnya dibatasi? Ini bukan hanya soal bangunan yang tertutup, tetapi juga soal semangat dan mental anak-anak yang ikut terganggu. Mereka datang ke sekolah membawa semangat dan harapan, namun pulang dengan kebingungan. Saya sangat menyayangkan kondisi ini. Masalah pelunasan lahan memang perlu diselesaikan dengan cara baik-baik, jangan sampai masa depan anak-anak menjadi korban. Anak-anak membutuhkan ruang yang aman dan nyaman untuk belajar. Saya berharap semua pihak bisa duduk bersama dan mencari solusi terbaik. Pendidikan harus menjadi prioritas, bukan dikorbankan. Jangan biarkan semangat belajar anak-anak padam hanya karena urusan administratif,” tegasnya.
Pegiat literasi dari Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM), Ringgo Larengsi, S.H., S.K.M., M.AKK, turut angkat suara.
“Pendidikan adalah kunci utama perbaikan sumber daya manusia di Indonesia. Namun sangat disayangkan jika sarana pendidikan justru menjadi korban akibat kelalaian pemerintah desa. Masalah ini harus menjadi perhatian serius Bupati untuk menjaga masa depan generasi di Bumi Saruma,” kata Ringgo.
Menanggapi hal ini, Kepala Desa Kubung, Masbul Hi. Muhammad, memberikan klarifikasi bahwa belum adanya pembayaran disebabkan oleh belum dianggarkannya dana untuk pelunasan dalam Anggaran Dana Desa (ADD).
“Pembayaran awal dilakukan oleh mantan kepala desa, dan surat jual beli sudah ada. Tanah itu statusnya hibah, sehingga bila ingin dibayar kembali, harus melibatkan semua ahli waris. Saya belum bisa membayar karena belum dianggarkan dalam Dana Desa tahun 2024. Saya sudah menjelaskan hal ini kepada Inspektorat saat proses pemeriksaan. Kalau sudah dianggarkan, tentu akan dibayarkan. Saya hanya ingin memastikan penggunaan anggaran dilakukan dengan hati-hati dan sesuai prosedur,” ujarnya.
Kasus ini menunjukkan perlunya pengelolaan keuangan desa yang transparan dan akuntabel. Ketika janji anggaran tidak ditepati, bukan hanya warga yang dirugikan, namun juga masa depan generasi muda ikut terancam. Pemerintah Kabupaten diharapkan segera turun tangan dan memediasi penyelesaian agar kegiatan pendidikan kembali berjalan normal, dan hak masyarakat tidak lagi diabaikan.**(res/in)
Tidak ada komentar