Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Kepsek SMPN 57 Halsel Diduga Langgar Nilai Pendidikan, IPMAS Sagawele Ancam Boikot Sekolah

Labuha, KoranMalut.co.id – Kepemimpinan Kepala Sekolah SMPN 57 Halmahera Selatan, Muhammad Darso, S.Pd., menuai sorotan tajam dari pelajar d...


Labuha, KoranMalut.co.id – Kepemimpinan Kepala Sekolah SMPN 57 Halmahera Selatan, Muhammad Darso, S.Pd., menuai sorotan tajam dari pelajar dan mahasiswa Desa Sagawele. Sejumlah kebijakan yang dianggap anti-partisipatif dan bertentangan dengan semangat pendidikan nasional menjadi alasan utama kekecewaan publik, khususnya dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Ikatan Pelajar Mahasiswa Sagawele (IPMAS).

Ketua Umum IPMAS, Riski A. Rahman, menyoroti sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh kepala sekolah. Salah satunya adalah sikap acuh terhadap surat resmi dari Pemerintah Desa Sagawele pada 17 Agustus 2024 lalu, yang mengundang partisipasi siswa dalam upacara peringatan HUT RI. Undangan tersebut diabaikan oleh pihak sekolah tanpa alasan yang jelas.

Hal serupa juga terjadi saat peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei lalu. SMPN 57 Halsel tidak turut ambil bagian dalam kegiatan upacara bersama SDN Sagawele dan SMK Global Nusantara. Ini menambah daftar panjang sikap tidak kooperatif dari pihak sekolah terhadap kegiatan yang melibatkan masyarakat luas.

“Bahkan ketika ada penilaian desa oleh tim PKK Halmahera Selatan, kepala sekolah justru menekan siswa agar tidak ikut terlibat menjemput rombongan PKK, Padahal pemerintah desa sudah memberikan surat resmi dan hanya meminta partisipasi selama satu atau dua jam saja,” ungkap Riski.

Parahnya lagi, siswa-siswi yang tetap berpartisipasi dalam kegiatan desa tersebut malah diberi sanksi tidak boleh masuk keruangan kelas pada waktu Apel pagi ,sambil menunggu Kepsek tiba disekolah. Hal ini memicu kekecewaan mendalam dari kalangan pelajar dan mahasiswa desa.

“Kebijakan ini sudah sangat jauh dari semangat pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang menekankan konsep Trisentra Pendidikan, yakni keterlibatan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apa yang dilakukan kepala sekolah justru memisahkan pendidikan dari kehidupan masyarakat,” tegas Riski.

Kekecewaan ini bukan yang pertama. Pada bulan Ramadan lalu, IPMAS bersama masyarakat sudah menggelar rapat dan menyampaikan kritik terhadap kebijakan kepala sekolah. Namun pihak sekolah justru kembali menekan siswa-siswi yang mencoba aktif di lingkungan masyarakat.

Sebagai bentuk protes, IPMAS menyatakan sikap untuk terus melawan kebijakan kepala sekolah yang dianggap tidak masuk akal dan merusak tujuan pendidikan. Mereka juga akan mencari tahu nama-nama Guru honorer SMPN 57 HALSEL yang sudah di daftarkan ke Dapodik, apakah ada yang tidak menjadi guru honorer di SMPN 57 HALSEL namun namanya terdaftar atau tidaknya itu. Mereka akan melakukan aksi boikot terhadap SMPN 57 Halsel bersama para pelajar desa sagawele.

“Kami akan terus bersuara. Pendidikan seharusnya memanusiakan manusia, bukan menjadikan siswa seperti kerbau yang hanya tunduk tanpa arah,” tutup Riski A. Rahman.**(in).

Tidak ada komentar