Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Refleksi Karbala Sebagai Hikmah Perjuangan Mahasiswa

Penulis: Rohmin Ramudiyah Arifin (Kader HMI Kom. K.H. Ahmad Dahlan Fakultas Hukum UMMU Ternate) Pustaka: Husein Sang Ksatria Langit (Muhsin ...


Penulis: Rohmin Ramudiyah Arifin (Kader HMI Kom. K.H. Ahmad Dahlan Fakultas Hukum UMMU Ternate)

Pustaka: Husein Sang Ksatria Langit (Muhsin Libab)

Karbala adalah peristiwa sejarah yang paling monumen untuk di kenang dalam benak. Sebagai cerita masa lalu yang merekam tragedi pembantaian luar biasa oleh para penjilat kekuasaan dan rakus kekayaan. Karbala menjadi bukti tragis peperangan dan pembantaian Islam terhadap Islam sendiri. Perang tak berbanding yang jarang di temukan dalam perjuangan atau perang manapun, hanya demi kebenaran dan melawan para pengingkar Islam. Sungguh nyaris dan pilu ketika membaca dan mendengar cerita di balik pembantaian keji sewaktu peperangan di padang pasir yang hampar. Belum lagi soal nasib Hasan yang harus berpulang pada Allah SWT, Sang Pencipta Alam Raya sekalian isinya, karena kebiadaban Muawiyah Bin Abu Sufyan mengenai pakta perjanjian yang itu harus berakhir miris dan tragis mengenaskan.

Kematian Hasan anak Fatimah Az-Zahra dan Ali Bin Abi Thalib adalah tanda penghianatan melalui jalan ruci Muawiyah Bin Abu Sufyan atas kekuasaan dan kekayaan akhirnya harus membunuh cucu Baginda Rasulullah SAW. Betapa rakus dan kejam Muawiyah dalam hal ini urusan duniawi, sampai-sampai kehilangan kesadaran hati nurani dan buta mata soal keturunan Nabi yang ia bunuh. Muawiyah dari klan Umayyah sekaligus seorang pendiri kaum bani Umayyah itu terkenal cakap di bidang politik, tetapi sangat rakus kekuasaan dan haus darah kepada siapa yang mencoba menghalangi kepentingannya. Muawiyah menginginkan anak cucunya yang harus melanjutkan usaha kekuasaan yang telah lama ia bangun, sebagaimana wasiat pasca sebelum kematian menjemputnya, ia meninggalkan tulisan wasiat untuk anaknya Yazid Bin Muawiyah untuk melanjutkan kekuasaan dan kepentingannya.

Yazid Bin Muawiyah yang kala itu mengetahui akan wasiat Muawiyah kepadanya untuk melanjutkan masa jabatan dan kepentingannya, di samping pesan terakhir Muawiyah yang menekankan kepadanya tentang Husein Bin Ali Bin Abi Thalib sebagai musuh yang akan menghancurkan seluruh keinginan yang di titipkan Ayahnya, karena Husein adalah tokoh ksatria tanggung yang siap hidup membela kebenaran dan siap mati dalam memperjuangkan Islam sesuai fitrahnya. Mau tak mau, Yazid dan Husein harus bermusuhan. Husein dengan keberaniannya, Yazid dengan kekejamannya. Ada banyak peristiwa penting yang tercatat dalam lembaran sejarah ini, akan tetapi waktu dan peristiwa tertentu saja yang akan di titik fokuskan di balik hikmah luar biasa dari kisah masa lalu ini.

Yazid memerintahkan pasukannya sepaska di angkat sebagai penerus ayahnya Muawiyah untuk menjadi Raja, ia mengutus pasukannya untuk menyuruh Husein untuk membai’atnya menjadi seorang khalifah, akan tetapi Hudein tau persis bagaimana karakter atau tabiat dari sosok Yazid ini, ia seorang penista agama, suka bermain dengan perempuan untuk memuaskan nafsu, pemabuk, dan lain-lain yang menurut Husein ia tidak pantas di angkat sebagai seorang khalifah dengan jalan ia di bai’at. Bahkan Husein sewaktu di perintahkan untuk membai’at Yazid, Husein pernah berkata untuk apa saya membai’at orang seperti Yazid? Yang itu menodai ajaran dan prinsip agamanya sendiri? Tidaklah mungkin dan sangatlah tidak mungkin saya akan membai’at orang seperti dia. Kata Husein kepada Yazid.

Yazid pun murka dan tersinggung mendengar bahasa Husein, akhirnya menjadi lebih diktatur dalam hal untuk membai’atnya dengan jalan pemaksaan. Husein yang tetap pada pendiriaannya tetap saja dimengaminkan permintaan Yazid yang ia kenal sangat dzalim dan pendosa. Alhasil, Husein menjadi lawan atau musuh buyutan dari sosok Yazid yang tidak di bai’at menjadi khalifah penerus ayahnya. Yazid pun tak segan-segan menyengsarakan Husein, sebelum Husein bersedia membai’atnya. Husein yang berani dan sigap itu, merencanakan cara untuk menumbangkan Yazid yang semakin menjadi-jadi. Husein menggalang pasukan untuk memperjuangkan kebenaran dan menegakkan amal mar’uf nahi mungkar di bumi persada. Dengan jalan membangun konsolidasi umat untuk menumbangkan atau melawan rezim Yazid kala itu. Di samping Husein berusaha menggalang kesadaran dengan dakwah untuk kebenaran, Husein berangkat Ziarah pada makam ayah Ali dan kakeknya Muhammad SAW untuk meminta restu perjuangan melawan kaum penista Islam Yazid Bin Muawiyah. Ternyata yang ia temukan adalah mimpi yang sangat haru bagi Husein, ia menyaksikan betapa rindu yang keluar dari bahasa keluarganya yang telah mati menetap di surga, kemudian mengatakan kepada narasi yang begitu memilukan dan merindukan. “Wahai anak ku, ayah ibu dan Hasan telah menikmati seluruh fasilitas dan hidangan yang Allah berikan kepada kita di surganya, tetapi ayah ibu dan Hasan masih merasa tak cukup dan masih kurang, karena tidak ada kamu untuk menyempurnakan keluarga ini.” Mendengar itu, Husein pun sedikit dan merindukan kematian untuk segera bertemu dengan keluarga yang telah menunggunya di surga Allah. Husein pun menjadi sosok yang sama sekali tidak takut mati, bahkan kematian adalah hal yang Husein nantikan. Kematian Syahid yang ia nantikan!

Di samping itu, Husein pun mengutus pasukan bernama Muslim Bin Aqil untuk mencari tau keadaan kufah atas permintaan pasukan kufah yang kiranya ingin berjuang dan setia pada pasukan Husein untuk memperjuangkan kebenaran. Husein yang kala itu ingin menunaikan ibadah haji di Mekkah setelah berziarah di makam-makam keluarganya, ia di terpa kegelisahan yang luar biasa, karena Gubernur Kufah Ubaidillah Bin Zaid di bawah komando Yazid di suru untuk menangkap pasukan Husein bernama Muslim yang sedang menggalang perhatikan atau merekrut pasukan kufah atas sikap kesetiaannya membantu Husein untuk menumbangkan rezim Yazid dari klan Umayyah. Di kufah, Muslim bertemu seorang perempuan teman dekat Gubernur Kufah bernama Hani dan bekerja sama dalam operasi menggalang sikap kesetiaan sebagian pasukan Kufah untuk berjuang bersama Husein melawan Yazid. Hani yang waktu itu tertimpa sakit, mengatakan kepada Muslim untuk membunuh Ubaidillah Gubernur Kufah paska Hani mengatakan kepada Muslim Ubaidillah adalah teman baiknya dan akan menjenguknya apabila Ubaidillah tau saya sedang di landa sakit. Dengan cara Hani mengatur siasat pembunuhan dengan Muslim. Hani mengatakan, sebarkan kabar bahwa saya atau Hani sakit, sebab dengan cara begitu Ubaidillah akan datang menjenguknya. Hani merencanakan siasat pembunuhan sewaktu Ubaidillah akan datang menengok Hani yang sedang sakit, dengan cara menyuruh Muslim bersembunyi di balik sela-sela kamar dengan menggunakan pedangnya untuk menebaskan Ubaidillah. Muslim bertanya kepada Hani dalam siasat pembunuhan itu. Kapan waktu di mana saya akan menebaskannya? Hani menjawab sewaktu saya meletakan sorban di atas meja. Itu waktu di mana engkau (Muslim) menebasnya!

Ketika Ubaidillah datang dan waktu di mana Hani memberikan sinyal kepada Muslim tentang waktu untuk menebas Ubaidillah dengan menaruh sorban di atas meja, Muslim sama sekali tidak keluar dan menebas Ubaidillah. Hani pun merasa aneh dan Ubaidillah mencurigai gerak Hani yang mencurigakan. Tetapi, kemahiran Hani dalam bersandiwara seakan tidak ada apa-apa, membuat Ubaidillah yakin lalu pergi setelah sudah menjengguk Hani. Hani pun bergegas dan beranjak menghampiri Muslim yang sedang bersembuyi di kamarnya dengan pertanyaan. Kenapa engkau tidak menebas si brengsek itu? “Bagaimana aku bisa menebas seorang keparat itu, sedangkan ia dalam keadaan tidak siap? Bukankah Islam tidak membenarkan hal sedemikian? Apalagi aku seorang ksatria! Masa aku harus membunuh dengan cara menusuk dari belakang? Penakut dan pecundang sekali aku.” Jawab Muslim dengan keadaan tegas lalu tersenyum. Akhirnya Hani pun hanya bisa diam dan tak bersuara mendengar pernyataan Muslim yang cukup jelas baginya.

Seiring waktu, Ubaidillah lewat mata-matanya di suruh untuk mencari tau keberadaan Muslim di Kufah dengan jaminan hadiah kalau di temukan dan jaminan kepalanya apabila tidak di temukan. Alhasil, mata-mata itu berhasil meluluhkan salah satu teman perjuangan Muslim yang mengetahui keberadaannya. Penyamaran yang luar biasa dan pandai bersandiwara itu meyakinkan teman perjuangan Muslim itu dengan air mata dan bahasa yang meyakinkan sekali, kalau dia ingin mengabdi pada Husein dan setia olehnya ia sangat ingin bertemu dengan Muslim Bin Aqil, pasukan yang di utus oleh Husein untuk menggalang dukungan pasukan Kufah terhadap Imam Al-Husein. Akhirnya ia termakan sandiwara mata-mata itu, dan membawanya menghadap Muslim di kediaman Hani, letak persembunyiannya di ruang bawah tanah. Setelah kembali, mata-mata itu membawa berita gembira untuk Ubaidillah karena mengetahui keberadaan Muslim. Sewatu Ubaidillah mengantongi informasi tersebut, Ubaidillah pun berkata “dasar Hani penghianat!”. Ubaidillah pun bergegas menangkap Hani dengan menjebak mengundang Hani ke kediamannya, sebelum menangkap Muslim yang sedang mengamankan diri di ruangan bawah tanah. Hani di siksa, di aniyaya. Dahinya bengkok, hidungnya patah, lutut kakinya retak di pukul dan di bantai habis-habisan oleh murka Ubaidillah sebelum meninggal. Setelah itu, Muslim adalah giliran kedua yang di tangkap di kediaman Hani. Di seret dari kediaman Hani dan di siksa secara brutal hingga menuju menghadap istana Yazid karena telah menemukan dan menangkapnya. Sesampai disana? Yazid murka seraya berkata, kau tidak takut mati sampai-sampai berani melawanku? Muslim dengan mata yang terberai darah berkucuran di tubuhnya pun berkata dengan lantang dan tegas! Kau kira aku takut akan kematian? Bunuh aku! Itu yang ku nantikan selama ini. Sebab mati di jalan membela cucu Nabi Muhammad adalah satu kematian suci dan mulia. Mendengar nama Husein, Yazid pun memerintahkan algojo istana untuk menyeret dan melempar Muslim dari lantai istana. Muslim yang di lempar masih menghembuskan nafas, algojo pun turun menyiksa dan mengeksekusi Muslim hingga ajal menjemputnya. Tragis!

Husein gelisah ketika tak lagi mendengar kabar Muslim dari Kufah, membuat Husein hatinya takaruan dan menjadi tak tenang. Husein bersih payah untuk mengejar Muslim ke Kufah karena kegelisahan yang membuatnya jadi tak tenang, akan tetapi saudara dan kawan perjuangan mampu menenangkannya dengan berkata “Tunaikanlah dulu ibadah hajimu. Bukankah ini yang kau tunaikan? Sabar, Muslim pasti sedang baik-baik saja”. Dari nasehat sejuk itu, Husein pun tenang dan fokus untuk menunaikan ibadah haji. Silih berganti hari, Muslim masih saja tak ada kabar. Husein semakin yakin dengan firasatnya tentang Muslim pasti dalam keadaan bahaya. Ketika menunaikan ibadah haji, Husein menawafi Ka’bah, seketika itu pula Husein terbayang soal Muslim dan undangan Gubernur Kufah Ubaidillah untuk datang ke Kufah. Tiga kali berputar Husein pun berhenti. Semua orang melihat dan bertanya-tanya kenapa Husein berhenti. Ada yang lanjut, dan ada yang berhenti mengikuti Husein. Husein pun berteriak dengan lantang “Wahai kaum Muslimin dan Muslimah, Ka’bah yang kita tawaf ini adalah Ka’bah yang mati. Ka’bah yang hidup itu sesungguhnya ada di sana (Kufah). Maksudnya pergi mencari Muslim. Husein hendak meninggalkan tunai ibadah haji dan gegas berkemas pakaian dan memanggil seluruh pasukan setianya untuk pergi menuju Kufah. Kawan setia Husein pun ikut, keluarga Husein, bahkan anak istrinya dengan total berkisar 72 orang pergi menuju Kufah.

08 Muharram 61 Hijriah kala itu, pasukan Husein yang sedang berjalan menuju Kufah ketika itu melihat hamparan jauh dari lawan arah yang menampakkan abu pasir yang naik menyembunyikan ribuan pasukan Hurr utusan Yazid untuk menghadang Husein sebelum melewati sungai Efrat, menghalangi perjalanan Husein menuju Kufah untuk menghadiri undangan Gubernur Kufah Ubaidillah atas perintah Yazid sendiri. Hasilnya, Husein merasakan bau-bau yang beda, ia mencium takdir kematian yang begitu dekat ketika di hadang oleh pasukan Hurr utusan Yazid. Dengan santai Husein bertanya, kita di mana? Pasukan menjawab Gandaria. Husein menjawab bukan! Di mana ini? Pasukan menjawab Naima Wa. Husein menjawab bukan! Ini di mana? Pasukan menjawab Syathi Ul-Furat. Husein menjawab bukan! Seketika itu pasukan menjawab dengan spontan, KARBALA! Husein menjawab iya, itu tempatnya! Karb artinya duka, bala artinya bencana. Duka dan bencana, Itu tempatnya!

Gilir berganti, hari pun berubah. Seluruh pasukan Husein kehabisan bahan makanan dan minuman sewaktu di hadang dan membangun tenda di tengah perjalan menuju Kufah. Catatan untuk Husein bisa di berikan jalan terkecuali bersedia membai’at Yazid. Pasukan Kufah yang waktu itu sempat menyatakan sikap untuk ikut dan setia dalam barisan Yazid pun turut berkhianat menjadi lawan karena istri mereka mendesak agar mencabut sikap kepada Husein dan beralih pada Yazid sewaktu membuka pendaftaran milisi atau tentara yang akan di pakai menghadang Husein, yang di janjikan oleh Yazid kepada mereka suatu kota yang indah bernama Ray, kota impian para marginal (rakyat biasa), bahkan milisi ini di gaji dan akan di jadikan tentara Yazid sekaligus akan di fasilitasi perempuan untuk mereka dalam menghilangkan nafsu sesaat mereka. Husein masih tetap pada pendiriannya. Tetap tidak sudi dalam membai’at Yazid seorang penista Islam menurutnya. Husein dan pasukannya bahkan rela kehausan demi membela dan memperjuangkan kebenaran, meski letih dan lesu para pengikut Husein, bahkan kehabisan tenaga dan kuah susu untuk anak-anak mereka yang di bawah ke medan perempuan. Medan perjuangan! Masya Allah, Allahu akbar!

Tiba di malam hari sebelum fajar menjemput di tanggal 10 Muharram 61 Hijriah, Husein merasakan detik kematian dan bau Surga semakin menciut. Husein pun berkata “Wahai pengikutku, bila kalian tidak lagi sanggup atas semua kesengsaraan ini, pergilah.. mereka tidak akan membunuh kalian. Mereka hanya mengincar diriku. Inilah detik menuju kematianku. Pergilah jika kalian mau, dan tetaplah jika kalian sudi. Perjuangan ini adalah perjuangan tanpa paksaan. Perjuangan ini adalah perjuangan ikhlas. Jikalau kalian di sini dan gugur bersamaku dalam medan juang? Sungguh kalian adalah orang-orang yang jauh dari hantaman api panas neraka.” Seketika doktrin luar biasa yang di layangkan oleh anak dari seorang ksatria pedang Zulfikar itu, membuat hati para pasukan itu siap mati dan mewakafkan seluruh tenaganya untuk perjuangan yang mulia ini. Meski tak sebanding pasukan antara Husein dan Yazid, yakni 72 melawan 80 ribu bala tentara Yazid. Api juang para syuhadah dan kafilah tetap menyala dan tiada padam.

10 Muharram 61 H adalah hari sakral yang menitipkan pilu untuk umat cucu baginda kala pra pembantaian Husein kala itu, bahkan menghilangkan puluhan nyawa pasukan Husein yang mengabdi dan loyal terhadap kebenaran. Murka Husein sewaktu berkaca-kaca melihat kebiadaban bala tentara Yazid yang menelantarkan Husein dan pasukan dalam dahaga yang luar biasa. Dengan jalan menghalangi Husein sebelum melewati sungai Efrat, pasukan Yazid sama sekali tidak mengizinkan sepersen air pun untuk anak cucu keturunan Nabi dan para pengikutnya, kecuali mereka sendiri yang berjuang untuk melewati ribuan bala tentara Yazid untuk mendapatkan air minum dengan nyali api tauhid yang cukup tekad dan berani. Pasukan Husein selalu berupaya dengan segenap tekad untuk menerobos pasukan Yazid untuk mendapatkan air dari sungai Efrat, namun nyatanya mereka harus tergeletak jatuh dengan perlawanan yang cukup tak seimbang. Mengepung dan mengeroyok. Segala cara mereka lakukan, mulai dari menggali tanah dengan harap mendapatkan sisa minuman yang tertanam atau air yang telah lama tersimpan dibawah tumpukan padang pasir yang hampar. Adapun anak seorang Husein yang itu cukup buas dan murka akan perlakukan pasukan Yazid terhadap Ayahnya Husein dan keluarganya di medan Karbala, meminta izin Ayahnya Husein untuk memberanikan diri dengan jalan mengangkat pedang jihad dan memacu kuda untuk mendapatkan air dari sungai Efrat agar keluarganya dapat menghilangkan dahaga. Namun nyatanya berakhir miris, ia harus di tepas putus tangannya dan di siksa oleh pasukan Yazid sambil mengoceh dirinya.

Tiba saat di mana, Husein telah kehilangan kerabat juang, saudara, dan para anak syuhadahnya. Husein pun murka, melirik sosok bayi yang berusia 6 bulan sebagai kemenakannya yang kehausan air dan menginginkan kuah susu. Tapi apalah daya, kuah susu seorang ibundanya tak lagi dapat menetes, ia kehabisan tenaga, ia begitu dehidrasi sampai kehabisan kuah susu untuk anaknya yang tidak henti-hentinya menangis histeris. Husein pun mengangkatnya keluar dan berteriak ke hadapan para bala tentara Yazid, dengan lantang Husein berkata: “Wahai para pembela Yazid dan penentang diriku. kau telah membunuh setengah sahabat perjuanganku, saudaraku, bahkan anak-anak ku. Bukankah itu sudah cukup mengerikan, dan cukup memuaskan? Berikanlah sedikit air untuk anak yang masih suci ini. Ia begitu kehausan, ia sangat membutuhkan pertolongan. Pertolongan air dari kalian. Sambil mengangkat bayi itu? Seketika satu panah yang di kirim oleh pasukan pemanah Yazid menancap ke batang leher anak yang suci dan memancarkan darah ke wajah Husein. Husein yang tak percaya itu menjadi sangat-sangat murka dengan segala perbuatan bala tentara Yazid yang sedikit pun kehilangan nurani demi harta dan tahta yang akan di berikan oleh seorang raja penista agama Islam, Yazid Bin Muawiyah. Emosi Husein yang naik di kepala, membuatnya berjalan mengambil sorban milik Kakeknya Rasulullah, pedang zulfikar Ayahnya, jubah perang peninggalan leluhurnya, mengayunkan kuda putihnya yang gesit dan cepat ke arah lawan, para bala tentara Yazid. Zulfikar pedang Ayah Husein itu begitu liyai di pertunjukan oleh anak seorang kesatria badar itu. Husein menebas siapa pun yang mencoba menghalaunya, Husein membunuh puluhan bala tentara Yazid dan menuju ke sungai Efrat. Seketika itu pula, Husein mencuci mukanya dan menyantap air dari sungai Efrat sambil ingin membawakan para keluarga air dari sungai tersebut. Tetapi, tiba-tiba datang para pasukan bala tentara Yazid datang ingin menyerang Husein. Dengan begitu cepat Husein menyelesaikan para penghianatnya dengan menebas pedangnya dan menjatuhkan musuh yang datang mendekatinya. Bala tentara Yazid pun lari kocar kacir menjauh dari seorang anak kesatria Ali yang sungguh pandai bertempur melawan musuh. Seiring pertempuran, Husein di tipu dengan mengatakan para tenda-tenda keluarganya telah di bakar lulu lantak! Husein pun panik, detik itu pula Husein bergegas meninggalkan Efrat tanpa membawa sepeserpun air untuk keluarganya, karena ia begitu panik sewaktu di bohongi oleh para bala tentara Yazid.

Husein pun mengecek keadaan keluarganya, dan ia begitu panik dan sangat khawatir terhadap para saudari-saudarinya. Akan tetapi, murka masih menancap di kepala, Husein maju karena menganggap ia akan kehabisan tenaga kalau tidak sekarang untuk menyerang para bala tentara Yazid. Sebab, Husein telah sedikit menyantap air Efrat yang membuat ia sedikit bertenaga. Tanpa membuang-buang waktu, Husein pun maju dan terus maju menyerang siapa saja musuh yang ingin datang menebasnya. Mereka pun tersungkur dan tak sanggup melawan anak dari sang kesatria Badar yang menampilkan pertunjukan yang luar biasa di medan Karbala. Alhasil, Musa Bin Asad dan Syimtr pemimpin pasukan bala tentara Yazid itu, berdialog untuk membentuk strategi untuk mengalahkan Husein sang kesatria langit. Bala tentara Yazid di perintahkan oleh Musa dan Syimtr untuk membentuk 3 (tiga) formasi. Formasi ini dengan maksud menyerang Husein dengan cara yang tak sepadan. Mereka menggunakan pasukan pemanah untuk melepaskan ribuan anak panah ke arah Husein. Sakin gesit Husein mampu menghindar dari beberapa ribuan anak panah yang cukup luar biasa dengan jalan mundur ke belakang untuk menghindar dari ribuan anak panah yang di kirim oleh pasukan pemanah Yazid. Tapi di antara ribuan panah yang melayang, ada sekitar 2 panah yang mengenai paha dan perutnya Husein, membuatnya pendarahan karena anak panah yang tidak bisa ia cabut untuk mengikat bekas panah yang mengeluarkan darah yang begitu banyak. Saat itu tak lama kemudian, Husein tersungkur ke tanah karena pusing membuatnya terjatuh. Para bala tentara Yazid telah melihat Husein telah jatuh tak berdaya menganggap bahwa ia telah mati dan sekejap para bala tentara Yazid datang menghampiri Husein dengan menekan pipi Husein yang suci, sering di cium oleh Baginda Rasulullah da Ayah Ibunya menggunakan ujung tombak untuk memastikan dirinya. Apakah ia sudah mati? Ataukah masih hidup? Mereka pun menertawakan seorang kesatria mulia yang tak berdaya di hadapan mereka dengan ejekan dan ocehan yang tak pantas. Husein pun terbangun dari pingsannya sejenak, lalu para bala tentara pun kaget dan berteriak “Husein ternyata hidup, ia hanya pingsan sesaat”. Saat itu pula, Musa Bin Asad memerintahkan pasukan untuk menebas dan memenggal kepala Al-Husein yang kebetulan tak berdaya di hadapan mereka. Pasukan yang di perintahkan Musa pun tak sanggup dan tertekuk hatinya untuk tidak membunuh Husein. Singkat perbedaan, Husein di tombak dalam keadaan tak berdaya, ia pun di penggal kepalanya oleh Sinan Bin Anas Bin Amr Nakhai untuk di serahkan ke Khawali Bin Yazid sebelum di berikan ke Ubaidillah Bin Ziyad (Gubernur Kufah). Satu ending yang sangat pilu dan mengharukan, Kepala Husein di gantung di ujung tombak Ubaidillah Bin Ziyad melalui mulut hingga rongga hidungnya, seraya merayakan kemenangan mereka dalam pertempuran Karbala yang sungguh mengenaskan. Sinan Bin Anas Bin Amr Nakhai pelaku yang membunuh Husein atau memenggal kepalanya Husein dalam tulisan Ibnu Katsir, ia berkata “Demi Allah! Sungguh aku pernah melihat wajah yang indah itu sering di cium dan di kecup oleh Kakeknya Rasulullah, tepat di mana kau Ubaidillah menancapkan tombak ke bagian wajahnya”. Karbala pun tinggal kegersangan, hampar dan sejenak sunyi dari akhir pembantaian pasukan Yazid terhadap Alm. Husein kala itu. Innalilahi Wa Inalillahi Rojiun.

Tidak ada komentar