Amanah Upara; Akademisi UMMU KoranMalut.Co.Id - Ada apa dengan para elite bangsa ini? Hati nurani rakyat benar-benar diuji dengan berbagai m...
KoranMalut.Co.Id - Ada apa dengan para elite bangsa ini? Hati nurani rakyat benar-benar diuji dengan berbagai macam keinginan para elite, ada yang menginginkan jabatan presiden diperpanjang tiga periode padahal dua periode saja tidak mampu mensejahterakan rakyat, pertumbuhan ekonomi diangka 4%, pemberantasan korupsi tidak jalan, penegakan hukum lemah, OPM di Papua semakin beringas menembak aparat dan masyarakat yang tidak berdosa, dan lain sebaginya.
Ada juga yang menginginkan agar masa jabatan kepala desa di perpanjang dari 6 tahun menjadi 9 tahun, padahal 6 tahun saja persoalan pengelolaan dana desa belum baik, belum transparan dan sebagian desa belum mengalami perubahan yang berarti. Memang ada pula pemerintahan desa yang mampu mengelola keuangan dengan baik dan desanya maju, tetapi itu bukan solusi untuk memperpanjang masa jabatan. Persoalan pemerintahan desa saat ini yang perlu diperhatikan pemerintah pusat adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur desa, manajemen pengelolaan keuangan desa, manajemen pelayanan aparatur desa dan pentingnya SDM yang terampil untuk mengelola Badan Usah Miliki Desa (BUMDES). Jika tidak walaupun masa jabatan kepala desa diperpanjang tetap saja pembangunan di desa tidak akan mengalami kemajuan yang berarti.
Belum berakhirnya isu tersebut Muhaimin Iskandar alias Cak Imin ingin menghapus jabatan gubernur.
Ketua DPP PKB itu meyakini skema penunjukan gubernur oleh presiden akan mengurangi beban negara dan masyarakat bisa cepat sejahtera. "Pembangunan jalan-jalan rusak di kabupaten dan desa-desa bisa dibangun dengan cepat dan efektif, jadi anggaran lebih dari Rp 1.000 triliun per tahun yang ada bisa langsung masuk dan dikelola oleh kabupaten atau kota, gubernur tak terlalu memiliki fungsi dalam tata pemerintahan". Sebagai gantinya, Cak Imin mengusulkan pemilihan langsung hanya untuk presiden, bupati, dan wali kota. Menurut dia, pemilihan gubernur ditiadakan karena melelahkan serta jabatan yang tak signifikan.,"Fungsi gubernur hanya sebagai sarana penyambung pusat dan daerah, itu tahap pertama, jadi Pilkada tidak ada (pemilihan) gubernur, jadi hanya (pemilihan kepala daerah) kabupaten/kota," kata Cak Imin dalam Sarasehan Nasional Satu Abad NU di kawasan Jakarta Pusat, CNN Indonesia (30/1/2023).
Semenjak UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diberlakukan para kepala daerah baik gubenur, bupati dan walikota dipilih langsung oleh rakyat, bertujuan untuk mengembalikan kedaulatan rakyat ditangan rakyat agar rakyat dapat menentukan pemimpin daerahnya sendiri tanpa intimidasi dari siapapun. Hal ini sesuai dengan konsep demokrasi "dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat (Abraham Lincoln)". Memang diakui dalam Pilkada langsung membutuhkan anggaran yang banyak dan jika pemahaman politik masyarakat rendah (procial) akan terjadi konflik tapi itulah konsekuensi dari kita berdemokrasi. Tetapi setelah putusan MK dan KPUD masyarakat menerima putusan tersebut dan pemerintahan berjalan secara normal, pemerintah daerah menjalankan pemerintahan sebagaimana perintah UUD 1945 dan UU otonomi daerah. Artinya bahwa tidak ada alasan bagi siapapun untuk menghapus jabatan gubernur tidak ada Pemilihan Gubernur (Pilgub) dan gubernur ditunjuk oleh presiden.
"Pilgub dikatakan demokratis jika dipilih oleh rakyat secara langsung atau dipilih oleh DPRD provinsi tetapi jika gubernur ditunjuk oleh presiden sangat mencederai nilai-nilai demokrasi terutama nilai kebebasan dan kedaulatan rakyat, mencederai asas otonomi daerah dan mencederai hak asasi masyarakat di daerah untuk menentukan pemimpinnya sendiri". Jika presiden menunjuk gubernur akan melahirkan penyalahgunaan wewenang (abuse of power), "semakin memperkuat posisi presiden, demokrasi mengalami kemunduran, Indonesia akan kembali seperti jaman Orde Baru, menjelang Pemilu mudahnya presiden mengintervensi gubernur untuk memenangkannya dalam Pilpres dan partainya dalam Pemilu, gubernur tidak lagi takut pada rakyat dan Bawaslu tetapi lebih takut pada presiden karena takut kehilangan jabatan".
Pertanyaan yang muncul kemudian apakah bisa dijamin, jika gubernur ditunjuk oleh presiden dapat mensejahterakan rakyat, dapat membangun infrastruktur di seluruh Indonesia sebagaimana disampaikan Cak Imin tersebut? Tidak ada yang bisa menjamin, presiden saja dari periode ke periode, silih berganti presiden dari presiden yang satu ke presiden yang lain mengelola keuangan negara dengan triliun tetapi belum mampu mensejahterakan rakyat, belum mampu mengurangi pengangguran dan kemiskinan secara signifikan serta belum mampu membangun infrastruktur di Indonesia secara merata dan berkeadilan, apalagi seorang gubernur yang anggaran dan kewenangannya terbatas kemudian tugas dan tanggung jawab gubernur mau diberikan kepada bupati dan walikota di Indonesia setelah peran gubernur di hapus, pasti sulit untuk mensejahterakan rakyat.
Dengan demikian, persoalan bangsa kita saat ini bukan persoalan masa jabatan presiden diperpanjang, masa jabatan kepala desa diperpanjang dan jabatan gubernur dihapus kemudian di tunjuk presiden tanpa melalu proses Pilgub. "Tetapi persoalan bangsa kita saat ini adalah lemahnya kepemimpinan, pemerintahan kita belum baik dan bersih, lemahnya penegakan hukum, angka korupsi semakin tinggi, para elite tidak adil, tidak jujur dan tidak bisa menjaga kepercayaan rakyat. Para elite membutuhkan rakyat menjelang Pemilu tetapi pasca Pemilu lupa dengan rakyat". Dengan demikian agar bangsa ini keluar persoalan yang menggurita tersebut para elite jangan berpikir untuk menambah jabatan dan memperkuat kekuasaan (power) tetapi harus melahirkan pemimpin yang kuat, cerdas dan tegas, tegakkan hukum tanpa pandang bulu, berantas korupsi, para elite harus adil, jujur dan harus menjaga kepercayaan rakyat.
Tidak ada komentar