Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Perang Ukraina vs Rusia: Indonesia Bisa Apa?

Foto; Diskusi DPN Permahi Gelar Wbiner Hukum Secara Virtual TERNATE, KoranMalut.Co.Id - Dalam rangka merespon perang Ukraina dan Rusia Dewa...

Foto; Diskusi DPN Permahi Gelar Wbiner Hukum Secara Virtual

TERNATE, KoranMalut.Co.Id - Dalam rangka merespon perang Ukraina dan Rusia Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) gelar webiner hukum secara virtual bertajuk "Perang Ukraina vs Rusia: Indonesia Bisa Apa? pada Sabtu, 4 Juni 2022.

Acara tersebut dihadiri oleh 140 peserta yang terdiri dari berbagai macam kalangan, mulai dari mahasiswa hingga masyarakat umum. Adapun yang menjadi narasumber, diantaranya dosen program studi Rusia Universitas Indonesia (UI) Dr.Ahmad Fahruroji, S.S., M.A, dosen Hukum Internasional Universitas Bung Karno (UBK) Dr. Ruman Sudradjat, S.H. M.H, dan dosen Hukum Internasional Akademi Hukum Rusia Kementerian Yustisia Federasi Rusia.

Ketua umum DPN Permahi, Saiful Salim dalam sambutannya memberikan harapannya bahwa acara ini bisa menjadi momentum penting bagi kaum muda untuk melek pada issu-issu politik hukum dan keamanan internasional, apalagi kebanyakan kalangan muda tergolong adalah mahasiswa. Sebab, menurutnya mahasiswa adalah generasi intelektual yang dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan ide-ide cemerlang yang solutif kepada dunia internasional secara umum maupun secara khusus pada negeri tercinta ini agar stabilitas politik, hukum dan keamanan dapat terjamin.

"Saya harap, dengan adanya agenda G20 yang menjadi tuan rumah adalah Indonesia, maka perlu kiranya kita semua dapat bekerjasama dengan pihak manapun, termasuk America, NATO, Ukraina dan Rusia agar semua dapat berpartisipasi pada agenda G20 tersebut," katanya.

Menurut dia, pertama secara kedaulatan jika dilihat dari Hukum Internasional Rusia sudah melanggar kedaulatan Ukraina secara hukum, dan hal dapat dilihat pada pasal 1 ayat 2 piagam PBB.

"Rusia mengklaim wilayah Ukraina sedangkan wilayah tersebut bertuan. Hal ini jelas melanggar Hukum Internasional apalagi dengan adanya genosida dalam peperangan tersebut. Masalah kedaulatan ini seperti yg kita tahu bahwa Ukraina sebagai negara berdaulat, tetapi kenapa tidak bisa mengajukan klaim ke mahkamah internasional? Hal ini menjadi pertanyaan besar, padahal Rusia merupakan salah satu pemegang hak facto di dewan keamanan. Dalam hal kedaulatan suatu negara, negara boleh saja mengklaim suatu wilayah, tapi wilayah negara yang tidak bertuan, sehingga jelas yang dilakukan oleh Rusia adalah pelanggaran," ujar Dr Rumah dalam paparannya.

Kedua, intervensi. Ia berkata apakah intervensi itu dibenarkan atau tidak? Dan ketiga, pengaruh terhadap Indonesia/sikap Indonesia. Menurut dia, dalam segi ekonomi tentunya Rusia dan Ukraina memiliki berapa investasi yang ada di Indonesia. Bahkan ia berkata mungkin dengan jalur ekonomi Indonesia ini, dapat membantu mendamaikan peperangan tersebut. Kemudian, langkah yang bisa digunakan adalah menghimbau kepada pemerintah Rusia dan Ukraina secara tegas untuk menghentikan peperangan ini.

"Indonesia menegaskan bahwa aturan yang ada di piagam PBB, harus dipegang teguh oleh negara-negara, agar tidak melanggar hukum internasional dan kedaulatan suatu negara. Indonesia hanya bisa bersikap prihatin terhadap dua negara tersebut. Indonesia hanya bisa memberikan nasihat kepada dewan keamanan agar bersikap tegas," ucapnya.

Dr. Ahmad Fahruroji, S.S., M.A. mengatakan latar belakang secara domestik akibat pasca naiknya Vicron Yanukovich yang zpro-rusia dan ada nya aksi Euromaidan dan revolusi yang di dukung Uni Soviet dan adanya negara yang lepas dan masuk ke dalam federasi Rusia serta terjadinya pergolakan di wilayah Ukraina Timur, Donbass yang memiliki milisi anti Kiev yang di dukung Rusia. Secara Regional dan Internasionalnya dititik beratkan pada Hubung Rusia – Ukraina terpecah sejak retaknya Uni Soviet, ada Ancaman perluasan NATO ke Benua Timur dan beberapa negara yang ex Blok masuk kedalam NATO.

"Serangan Militer dari Rusia ke Ukraina disebabkan oleh tidak dipatuhinya Momerandum Minsk (24 September 2014), adanya permohonan dari Republik Rakyat Luhansk dan Donetsk," katanya.

Untuk sanksi terhadap Rusia, Negara Barat memberikan sanksi dalam lingkup ekonomi dan politik. Dalam lingkup Ekonomi, Rusia dilarang melakukan pembelian berupa gas, minyak dan batu bara. Sebagai balasan, Rusia akan berhenti pasokan energi pada negara barat apabila tidak membayar dalam bentuk Rubel. Sedang, dalam segi politiknya, AS dan barat membentuk diplomatik anatar negara-negara untuk membatasi Rusia. Respon Rusia dalam bidang politik adalah, menggalang kekuatan ODKB/CSTO, Revitalisasi BRICS, SCO. Jika kurang efektif, Rusia akan Turn To east artinya Povorot Na Vostok (Menoleh Ke Timur)dan Vozvqrsheniye Na Vostok (Kembali ke Timur). Sedangkan untuk Ukraina, akan dibantu oleh negara barat dalam persenjataan dan menciptakan Ukraina sebagai negara Palestina ke II.

Lantas bagaimana peran Indonesia? Menurut Dr. Ahmad, hubungan Indonesia – Rusia menuju Strategic Partnership, Amanah Konstitusi – Polugri bebas aktif, Indonesia dinilai sebagai start drug (sahabat lama) bagi Rusia, memiliki hubungan diplomatik dengan Ukraina,Presidency G20 Indonesia, Indonesia perlu menggandeng Turki dan memanfaatkan Presidency G20 melobi AS, Rusia, dan Ukraina

"Dalam memahami permasalahan ini tentunya kita harus memiliki referensi dan pembelajaran yang baik. Tidak bisa hanya mengutip dari media baik itu sudut pandang Rusia ataupun Ukraina. Jika menilisik dari Hubungan Ekonomi tentunya, jika Rusia dikeluarkan dalam G20 tentunya akan berubah menjadi G19. Pada akhirnya kegiatan ini akan memiliki 2 pilihan yaitu Baik atau Buruk. Mengingat, Rusia merupakan negara yang memiliki pemasokan terbesar atas gandum," tutur L. Raymond Junior, S.H., L.L.M., P.hD.

Menurut L. Raymond, mengenai G2O Indonesia harus secara tegas mengambil sikap, karena mengingat itu forum ekonomi bukan forum politik, Dan yang paling penting secara hukum kita tidak mempunyai masalah dengan rusia.

Tidak ada komentar