Grid

GRID_STYLE

Breaking News

latest

Memperkuat Branding, "Ternate kota Pusaka"

Penulis: Arafik A. Rahman MOROTAI, KoranMalut.Co.Id - Tiadi Branding Dofu afa, Sira waje Ternate kota Pusaka ena ma Inggris "Ternate H...

Penulis: Arafik A. Rahman

MOROTAI, KoranMalut.Co.Id - Tiadi Branding Dofu afa, Sira waje Ternate kota Pusaka ena ma Inggris "Ternate Heritage". Ne Info Ngon mau tiada kota rempah kodiho..? Kota pusaka ge sema rampah madaha ma, rempah ge bahasa Jawa kalau bahasa Ternate ge musti Rampah.Rabu (29/12/2021)

Mantan Kabag Humas Pemkab Pulau Morotai, Maluku Utara  Arafik A Rahman menyampaikan   Dinas Pariwisata kota Ternate, melalui momentum peringatan HUT kota Ternate ke 771 ini, tolong konsisten dengan branding kota Ternate. Sebab selama ini yang publik konsumsi branding kota Ternate Selalu berubah-ubah. Mulai dari Ternate Majang,  Ternate Heritage atau Ternate kota Pusaka sampai menjadi Ternate andalan. Sebetulnya saya lebih setuju kalau Ternate bertahan pada branding "Ternate Haritage". Pinta Arafik A Rahman

Karena dengan mengusung Kota pusaka itu sudah merepresentasikan bahwa Ternate menyimpan kejayaan dan kekayaan rempah di masa lalu, abad 16, 17, 18 sampai 19. Jadi tak perlu lagi banyak konsep baru yang berjalan di tempat, belum lagi infastruktur kota sepanjang bibir pantai, saat ini jauh dari identitas Ternate itu sendiri. Misalnya deretan pembangunan yang megah namun estetis arsitekturnya tentang kota pusaka atau rempah itu tak tampak. Entah konsepnya apa yang mau di tampilkan.

Belum lagi di bentangan pantai arah Utara kota Ternate, katakanlah dari kelurahan Dufa-Dufa sampai tafure. Itu sebetulnya Pemda kota telah menghilangkan identitas masyarakat nelayan, gantinya hanya pajangan tulang ikan belaka. Tetapi khas nelayannya telah habis termakan gelombang laut yang semakin mengganas kalah badai menerpa bibir pantai. Lihat saja banyak nelayan yang bingung perahunya dinamakan dimana?Buatnya dimana? Tidak ada tambatan perahu nelayan (Sampang, dan tempat buatan). 

Sebetulnya bisa dikembangkan tetapi dijaga estetika lokal sebagai desa nelayan atau kota rempah. Dulu di tahun 90-an di arah Utara itu sangat nampak Desa Nelayan, apalagi di Dufa-Dufa. Saat itu banyak perahu nelayan yang ramai terpajang di depan pantai, banyak kole-kole atau Sampang yang terparkir di bibir pantai dan ada juga konstruksi kapal yang dibuat disana. semuanya telah hilang termakan konsep moderenisasi yang abai terhadap estetis lokal wisdomnya.

Saya teringat dan tertarik dengan tema hari ulang tahun kota Ternate pada 29 Desember 2019 lalu, yang mengusung tema "Ternate Episentrum Peradaban Dunia". Tema itu, diambil dari semangat kejayaan rempah-rempah di masa lalu abad 16-17. Kota ini, sempat di datangi seorang cendekiawan hebat namanya Alfred Russel Wallace. Ia sempat mengirim surat ke Charles Darwin sang penemu teori evolusi. Surat itu berjudul " The Letter from Ternate"  dalam isi surat itu, tak lain selain memberitahukan ke dunia tentang kekayaan rempah, kekayaan baharinya, keindahan kota Ternate yang diperebutkan oleh Spanyol, Portugis dan Belanda saat itu. Kecantikan kota Ternate, kala itu diawali dari pembangunan kawasan sebuah benteng yang dikenal Fort Orange oleh Kornelis Matelief de Jonge pada tahun 1607.

Dari cerita inilah Ternate di kenal sebagai episentrum dunia hingga kini. Tentu, kota ini menyimpan sejuta pusaka yang begitu mahal di mata dunia. Baik dimasa lalu hingga sekarang, bahkan kota ini telah berumur kurang lebih  771 tahun. Angka tersebut bukanlah waktu yang singkat untuk perjalanan sebuah kota. Tapi semua kekayaan itu adalah masa lalu. Kita berharap ada upaya 'Recovery' pemulihan kembali kejayaan Ternate di kepemimpinan Tauhid Soleman saat ini.

Lihat saja akhir-akhir ini, pemerintah kota Ternate sepertinya 'gagap' tersendat dalam menangani problematika pandemi Covid 19 di kota Ternate, matinya daya jual destinasi wisata dan banjir badai akibat badai laut. Itu terlihat dari carut marutnya kinerja Pemerintahan Tauhid Soleman di beberapa sektor, mulai dari vaksinasi yang belum mencapai target, persoalan Reklamasi tanpa talud yang anti badai. Belum lagi sampah yang belum usai, air bersih, kacaunya penataan pedagang di pasar sayur yang berakhir dengan demonstrasi para pedagang di depan kantor walikota Ternate beberapa waktu lalu. Padahal publik menantikan ada semacam 'Refleksi Paradigma' mencari gagasan baru dalam upaya mengatasi problematika itu.

Di masa pandemi saat ini, tantangan pemerintah kota Ternate yang paling kursial adalah kepariwisataan. Apalagi dengan penerapan PPKM, semua mobilitas sosial dibatasi. Sebetulnya pariwisata ialah sektor primadona di kota Ternate. Pemkot harusnya lebih inovatif dan produktif serta segera buatkan 'Regulasi' aturan pelindung untuk mengembangkan pariwisata di masa pandemi Covid 19. Kita bisa belajar dari beberapa negara maju yang genjot memajukan pariwisatanya di masa pandemi. Misalnya; Dubai, dalam situasi pandemi mereka menjadikan kartu vaksinasi sebagai tiket menuju tempat-tempat wisata. Bahwa dengan kartu vaksin semua harga paket mendapat diskon, dan itu dipromosikan melalui berbagai media Elektronik. 

Begitu juga di negara Paman Syam; Salah satu agen travel "Anta Vaya" di kota Los Angels yang menyediakan layanan wisata vaksin dari Indonesia ke AS. Agen travel ini memiliki beberapa opsi destinasi wisata vaksin dengan mengunjungi objek-objek wisata disana; Hollywood Walk of Fame, Mann's Theatre, Dolby Theatre, Beverly Hills, dan Sunset Boulevard. Ataukah saya sarankan pemerintah kota Ternate menerapkan apa yang dilakukan "Lee Kuan Yew" yang sukses membangum pariwisata Singapura padahal dulunya mereka tak mempunyai apa-apa. Namun kini Singapura mampu bertahan walaupun pandemi Covid 19.

Mungkin itu, yang harusnya di lakukan Pemkot saat ini. Untuk mengeksploitasi PAD, membangun kekuatan Branding kota pusaka atau rempah dan target capaian vaksinasi. Saya juga ingin tawarkan maskot yang mesti digunakan untuk destinasi pariwisata kota Ternate yaitu " replika buah Cengkeh " di pajang di titik vital kota misalnya di kawasan landmark. dengan kata branding kota pusaka. Secara terminologi nama itu menggambarkan kejayaan di masa lalu yang memonopoli perdagangan rempah yang berakhir tragis dengan peristiwa monumental terbunuhnya Sultan Khairun di benteng Castela tahun 1775 di masa lalu. 

Momentum itulah yang menjadi dasar penentuan lahirnya kota Ternate, namun saat ini, nyaris tak ada monumen patung sultan Khairun dan Baabulah di kota Ternate untuk mengenang sejarah. Padahal kota ini telah berumur kurang lebih 1770 tahun. Tentu ini harusnya menjadi perhatian khusus Pemerintahan Tauhid Soleman, untuk membangun dua buah patung Sultan Khairun dan Baabulah tepatnya di jantung kota Ternate. Itu baru saya katakan sukses.

Kota Ternate sebelumnya merupakan Kota Administratif yang berada dibawah binaan Daerah Maluku Utara. Kemudian, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1999 bersamaan dengan pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kota Ternate dinaikkan statusnya menjadi Kotamadya. Dan Saat ini Ternate sudah terlepas dari ibu kota Provinsi Maluku Utara ia telah berdiri sendiri dengan 10 kecamatan dan 78 kelurahan di dalamnya. Jadi tugas pemerintah kota agar segera 'merekonsiliasi' memadukan kembali semua kekuatan Pemerintah yang terdiri; dari kurang lebih 18 Dinas, 12 Badan Daerah, 3 Kantor Pendukung, 3 Sekretariat, 30 kursi DPRD dan 10 Kecamatan yang tersebar sampai ke batang dua. Saya kira sudah cukup signifikan dan kuat dalam membangun kota walau sudah terlepas sebagai ibu kota provinsi Maluku Utara. Sebab Ternate sudah cukup kuat dari berbagai aspek, Apalagi soal kepariwisataan? Tetapi semua itu tergantung pada komitmen dan konsistensi seorang pemimpin. 

Sebetulnya saya setuju pikiran yang sempat disampaikan oleh Ketua LSM Rorano, bang Asghar Saleh. Di media masa beberapa tahu lalu, Beliau mengatakan, "dari sektor pembangunan infrastruktur, Ternate lebih baik dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Maluku Utara. Kemudian Senanda bang Sofyan Daud, anggota DPRD Provinsi Maluku Utara; "bahwa perkembangan infrastruktur di Ternate sangat pesat". Pertanyaannya, apakah pariwisata kota Ternate sudah maju ? Indikator perbandingannya dengan Regional yang mana? Jangan sampai kita tertinggal dengan kabupaten tetangga. Misalnya Morotai, yang saat ini pesat kemajuannya. Mereka juga masuk dalam 10 Bali baru dan kawasan Pariwisata Nasional. Saya malah takut jangan sampai ini sebagai tematik semata. Kita butuh upaya lebih dari Pemerintah kota Ternate di era  Tauhid Soleman. 

Jadi Melalui momentum peringatan hari jadi kota Ternate ke 771 tahun 2021 ini, saya berharap ada langkah nyata Pemerintah kota Ternate. Misalnya membuat replika Patung Khairun dan Baabulah sebagai monumen jati diri kota Ternate. Kemudian membuat Maskot "Replika buah Cengkeh" sebagai identitas kejayaan masa lalu dan masa kini.

Selamat hari jadi kota Ternate ke 771 tahun. Moga Ternate Selalu menjadi andalannya Maluku Utara.

Tidak ada komentar